Sebagian wanita begitu mudah melaknat orang yang ia benci bahkan orang yang sedang berpekara dengannya, sama saja apakah itu anaknya, suaminya, hewan atau selainnya.
Menjaga Lisan dari Mengutuk dan Melaknat
Kata laknat yang sudah menjadi bagian dari bahasa Indonesia memiliki dua makna dalam bahasa Arab :
Pertama : Bermakna mencerca.
Kedua : Bermakna pengusiran dan penjauhan dari rahmat Allah.
Ucapan laknat ini mungkin terlalu sering kita dengar dari orang-orang di lingkungan kita dan sepertinya saling melaknat merupakan perkara yang biasa bagi sementara orang, padahal melaknat seorang Mukmin termasuk dosa besar. Tsabit bin Adl Dlahhak radhiallahu ‘anhu berkata :
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ‘Siapa yang melaknat seorang Mukmin maka ia seperti membunuhnya.’ ” (HR. Bukhari dalam Shahihnya 10/464)
Ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : ((“Fahuwa Kaqatlihi”/Maka ia seperti membunuhnya)) dijelaskan oleh Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah dalam kitabnya Fathul Bari : “Karena jika ia melaknat seseorang maka seakan-akan ia mendoakan kejelekan bagi orang tersebut dengan kebinasaan.”
Sebagian wanita begitu mudah melaknat orang yang ia benci bahkan orang yang sedang berpekara dengannya, sama saja apakah itu anaknya, suaminya, hewan atau selainnya.
Sangat tidak pantas bila ada seseorang yang mengaku dirinya Mukmin namun lisannya terlalu mudah untuk melaknat. Sebenarnya perangai jelek ini bukanlah milik seorang Mukmin, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Bukanlah seorang Mukmin itu seorang yang suka mencela, tidak pula seorang yang suka melaknat, bukan seorang yang keji dan kotor ucapannya.” (HR. Bukhari dalam Kitabnya Al Adabul Mufrad halaman 116 dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu. Hadits ini disebutkan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i hafidhahullah dalam Kitabnya Ash Shahih Al Musnad 2/24)
Dan melaknat itu bukan pula sifatnya orang-orang yang jujur dalam keimanannya (shiddiq), karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Tidak pantas bagi seorang shiddiq untuk menjadi seorang yang suka melaknat.” (HR. Muslim no. 2597)
Pada hari kiamat nanti, orang yang suka melaknat tidak akan dimasukkan dalam barisan para saksi yang mempersaksikan bahwa Rasul mereka telah menyampaikan risalah dan juga ia tidak dapat memberi syafaat di sisi Allah guna memintakan ampunan bagi seorang hamba. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Orang yang suka melaknat itu bukanlah orang yang dapat memberi syafaat dan tidak pula menjadi saksi pada hari kiamat.” (HR. Muslim dalam Shahihnya no. 2598 dari Abi Darda radhiallahu ‘anhu)
Perangai yang buruk ini sangat besar bahayanya bagi pelakunya sendiri. Bila ia melaknat seseorang, sementara orang yang dilaknat itu tidak pantas untuk dilaknat maka laknat itu kembali kepadanya sebagai orang yang mengucapkan.
Imam Abu Daud rahimahullah meriwayatkan dari hadits Abu Darda radhiallahu ‘anhu bahwasannya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Apabila seorang hamba melaknat sesuatu maka laknat tersebut naik ke langit, lalu tertutuplah pintu-pintu langit. Kemudian laknat itu turun ke bumi lalu ia mengambil ke kanan dan ke kiri. Apabila ia tidak mendapatkan kelapangan, maka ia kembali kepada orang yang dilaknat jika memang berhak mendapatkan laknat dan jika tidak ia kembali kepada orang yang mengucapkannya.”
Kata Al Hafidh Ibnu Hajar hafidhahullah tentang hadits ini : “Sanadnya jayyid (bagus). Hadits ini memiliki syahid dari hadits Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu dengan sanad yang hasan. Juga memiliki syahid lain yang dikeluarkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma. Para perawinya adalah orang-orang kepercayaan (tsiqah), akan tetapi haditsnya mursal.”
Ada beberapa hal yang dikecualikan dalam larangan melaknat ini yakni kita boleh melaknat para pelaku maksiat dari kalangan Muslimin namun tidak secara ta’yin (menunjuk langsung dengan menyebut nama atau pelakunya). Tetapi laknat itu ditujukan secara umum, misal kita katakan : “Semoga Allah melaknat para pembegal jalanan itu… .”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sendiri telah melaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang minta disambungkan rambutnya.
Beliau juga melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki dan masih banyak lagi. Berikut ini kami sebutkan beberapa haditsnya : “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu/konde) dan wanita yang minta disambungkan rambutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya)
Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengabarkan :
“Allah melaknat wanita yang membuat tato, wanita yang minta dibuatkan tato, wanita yang mencabut alisnya, wanita yang minta dicabutkan alisnya, dan melaknat wanita yang mengikir giginya untuk tujuan memperindahnya, wanita yang merubah ciptaan Allah Azza wa Jalla.” (HR. Bukhari dan Muslim dari shahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu)
“Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Bukhari dalam Shahihnya)
Dibolehkan juga melaknat orang kafir yang sudah meninggal dengan menyebut namanya untuk menerangkan keadaannya kepada manusia dan untuk maslahat syar’iyah. Adapun jika tidak ada maslahat syar’iyah maka tidak boleh karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Janganlah kalian mencaci orang-orang yang telah meninggal karena mereka telah sampai/menemui (balasan dari) apa yang dulunya mereka perbuat.” (HR. Bukhari dalam Shahihnya dari hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha)
Setelah kita mengetahui buruknya perangai ini dan ancaman serta bahayanya yang bakal diterima oleh pengucapnya, maka hendaklah kita bertakwa kepada Allah Ta’ala. Janganlah kita membiasakan lisan kita untuk melaknat karena kebencian dan ketidaksenangan pada seseorang. Kita bertakwa kepada Allah Ta’ala dengan menjaga dan membersihkan lisan kita dari ucapan yang tidak pantas dan kita basahi selalu dengan kalimat thayyibah. Wallahu a’lam bis shawwab.
(Dikutip dari MUSLIMAH Edisi 37/1421 H/2001 M Rubrik Akhlaq, MENJAGA LISAN DARI MELAKNAT Oleh : Ummu Ishaq Al Atsariyah. Terjemahan dari Kitab Nasihati lin Nisa’ karya Ummu Abdillah bintu Syaikh Muqbil Al Wadi’iyyah dengan beberapa perubahan dan tambahan)
Sumber: http://salafy.or.id Penulis : Ummu Ishaq Al Atsariyah Judul: Menjaga Lisan dari Mengutuk/Melaknat
Referance: http://qurandansunnah.wordpress.com/2010/04/22/menjaga-lisan-dari-mengutuk-dan-melaknat/#more-2593
Sunday, April 25, 2010
azab dan nikmat di alam barzakh~~
Alam Barzakh, Adzab Kubur yang Menakutkan atau Nikmat Kubur yang Menyenangkan
Allah Subhanahu wa Ta’ala di awal surat Al-Baqarah menyebutkan sifat hamba-hamba-Nya yang bertakwa bahwa mereka beriman kepada yang ghaib serta memiliki amalan-amalan yang nampak maupun tidak nampak. Karena kata takwa mencakup semua hal itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ
“(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib.” (Al-Baqarah: 3)
Karena, hakikat iman itu adalah pembenaran secara total terhadap segala yang diberitakan oleh para rasul (dalam perkara yang ghaib) yang mengandung konsekuensi ketaatan seluruh anggota tubuh. Sehingga bukanlah termasuk iman yang benar, keyakinan terhadap hal-hal yang hanya bisa disaksikan oleh panca indera saja. Karena tidak akan terbedakan antara yang mukmin dan yang kafir dalam perkara tersebut. Hanya saja permasalahan iman itu ialah terhadap perkara ghaib, yang kita tidak bisa melihat dan merasakannya dengan panca indera yang lainnya.
Kita beriman terhadap yang ghaib itu hanyalah karena adanya berita dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam semata. Inilah iman yang akan membedakan antara orang yang mukmin dengan orang kafir. Sehingga, seorang mukmin akan beriman kepada seluruh perkara yang diberitakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sama saja baginya, apakah dia mampu mengetahuinya dengan panca inderanya atau tidak. Sama saja baginya, apakah akalnya mampu menjangkaunya atau tidak. Sikap seorang mukmin yang demikian ini berbeda dengan sikap orang-orang zindiq (munafik) yang mendustakan perkara-perkara ghaib karena telah rusak akalnya. Mereka mendustakan perkara-perkara ghaib tersebut karena akalnya tidak mampu menjangkaunya. Rusaklah akalnya dan kacaulah pemikirannya. Sedangkan akal seorang mukmin menjadi bersih dan suci dengan bimbingan wahyu ilahi.
Termasuk beriman dengan perkara ghaib adalah beriman dengan seluruh perkara yang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam beritakan berupa berbagai peristiwa yang telah terjadi maupun yang akan terjadi. Demikian pula hal-hal yang akan terjadi di akhirat nanti. (Taisir Al-Karimirrahman, hal. 40)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: “Termasuk beriman kepada hari akhir adalah beriman dengan seluruh perkara yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beritakan berupa hal-hal yang akan terjadi setelah kematian. Sehingga, Ahlus Sunnah beriman kepada adanya fitnah (ujian pertanyaan) di kubur dan azab kubur.”
Dalil-dalil dari Al-Qur’an tentang Azab Kubur
Di antara dalil-dalil yang menunjukkan adanya azab kubur dari Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَوَقَاهُ اللهُ سَيِّئَاتِ مَا مَكَرُوا وَحَاقَ بِآلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ. النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا ءَالَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ
“Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): ‘Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras’.” (Ghafir: 45-46)
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Ayat ini adalah dalil yang paling kuat bagi Ahlus Sunnah untuk menetapkan adanya azab kubur, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا
“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang.” (Ghafir: 46)
Yakni, diperlihatkan kepada mereka neraka di pagi dan sore hari.
2. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَذَرْهُمْ حَتَّى يُلَاقُوا يَوْمَهُمُ الَّذِي فِيهِ يُصْعَقُونَ. يَوْمَ لَا يُغْنِي عَنْهُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ. وَإِنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا عَذَابًا دُونَ ذَلِكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka biarkanlah mereka hingga mereka menemui hari (yang dijanjikan kepada) mereka yang pada hari itu mereka dibinasakan, (yaitu) hari ketika tidak berguna bagi mereka sedikit pun tipu daya mereka dan mereka tidak ditolong. Dan sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain itu. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (Ath-Thur: 45-47)
Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi rahimahullahu berkata: “Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala ini, kemungkinan yang dimaksud adalah mereka diazab di dunia dengan dimatikan atau yang lainnya. Kemungkinan (yang kedua) mereka diazab di alam barzakh. Makna yang kedua ini yang lebih nampak jelas, karena kebanyakan mereka mati dalam keadaan belum diazab di dunia. Atau kemungkinan (ketiga) maksudnya adalah umum, yaitu azab di dunia dan di akhirat (termasuk azab kubur).” (Syarh Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah, hal. 612-613)
3. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ
“Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.” (At-Taubah: 101)
Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami rahimahullahu berkata: “Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Abu Malik, Ibnu Juraid, Al-Hasan Al-Bashri, Sa’id, Qatadah, dan Ibnu Ishaq rahimahumullah, mereka mengatakan (yang kesimpulannya) bahwa yang dimaksudkan dengan ayat tersebut adalah azab di dunia dan azab di kubur. Kemudian mereka dikembalikan ke azab yang besar yaitu neraka jahannam.” (Ma’arijul Qabul, 2/719)
4. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat sebelum azab yang lebih besar (di akhirat). Mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).” (As-Sajdah: 21)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Al-Bara’ bin ‘Azib, Mujahid, dan Abu Ubaidah berkata bahwa yang dimaksud adalah azab kubur.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/405)
Dalil-dalil dari As-Sunnah
Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami rahimahullahu berkata: “Dalil-dalil dari As-Sunnah yang menunjukkan adanya azab kubur sungguh telah mencapai derajat mutawatir, karena para imam As-Sunnah, para periwayat hadits dan para pakarnya (kritikus, penelitinya) dari sejumlah besar kalangan sahabat (telah meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Di antaranya Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Al-Bara’ bin Azib, Umar bin Al-Khaththab, Abdullah bin Umar, Aisyah, dll g. (Ma’arijul Qabul, 2/721)
1. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda;
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
“Dan aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dalam riwayat Muslim, dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْلَا أَنْ لَا تَدَافَنُوا لَدَعَوْتُ اللهَ أَنْ يُسْمِعَكُمْ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ الَّذِي أَسْمَعُ
“Kalau kalian tidak saling menguburkan (jenazah), sungguh aku akan meminta kepada Allah agar memperdengarkan sebagian azab kubur yang aku dengar kepada kalian.”
2. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata:
مَرَّ النَّبِيُّ n بِقَبْرَينِ فَقَالَ: إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ. فَأَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً. فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، لِمَا فَعَلْتَ هَذَا؟ قَالَ: لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua kuburan. Beliau l bersabda: “Sesungguhnya keduanya sedang diazab, dan tidaklah keduanya diazab disebabkan suatu perkara yang besar (menurut kalian). Salah satunya tidak menjaga diri dari percikan air kencing, sedangkan yang lain suka mengadu domba antara manusia.” Beliau lalu mengambil sebuah pelepah kurma yang masih basah, kemudian beliau belah menjadi dua bagian dan beliau tancapkan satu bagian pada masing-masing kuburan. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan hal ini?” Beliau menjawab: “Mudah-mudahan diringankan azab tersebut dari keduanya selama pelepah kurma itu belum kering.” (Muttafaqun ‘alaih)
3. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata:
دَخَلْتُ عَلَى يَهُودِيَّةٍ فَذَكَرَتْ عَذَابَ الْقَبْرِ فَكَذَّبْتُهَا فَدَخَلَ النَّبِيُّ n عَلَيَّ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّهُمْ لَيُعَذَّبُونَ فِي قُبُورِهِمْ حَتَّى الْبَهَائِمَ تَسْمَعُ أَصْوَاتَهُمْ
Aku masuk kepada seorang wanita Yahudi, kemudian dia menceritakan azab kubur, maka aku mendustakannya. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk kepadaku, aku pun menceritakan kejadian itu kepada beliau. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh mereka akan diazab di kubur mereka, sehingga hewan-hewan pun mendengarkan jeritan-jeritan mereka.” (HR. Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Berlindung Dari Azab Kubur
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung dari azab kubur dan memerintahkan umatnya untuk berlindung darinya. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang azab kubur, maka beliau menjawab:
نَعَمْ، عَذَابُ الْقَبْرِ حَقٌّ. فَقَالَتْ عَائِشَةُ x: فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ n بَعْدُ صَلَّى صَلَاةً إِلاَّ تَعَوَّذَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
“Ya. Azab kubur itu benar adanya.” Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Setelah kejadian tersebut, aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat kecuali berlindung dari azab kubur.” (HR. Al-Bukhari no. 1049)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَعِذْ مِنْ أَرْبَعٍ يَقُولُ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّال
“Apabila salah seorang kalian bertasyahud, hendaklah dia meminta perlindungan dari empat perkara, hendaknya dia berdoa: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari azab neraka jahannam, azab kubur, fitnah kehidupan dan kematian, serta dari kejelekan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dalam riwayat lain di Shahih Muslim:
إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ الْأَخِيرِ …
“Apabila dia selesai dari tasyahud akhir….”
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ n كَانَ يُعَلِّمُهُمْ هَذَا الدُّعَاءَ كَمَا يُعَلِّمُ السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ
“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan doa ini kepada mereka (para sahabat) sebagaimana beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan sebuah surat dari Al-Qur’an.” (HR. Muslim, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i)
Dikutip dari: www. Asysyariah.com Penulis : Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan, Judul : Alam Barzakh, Adzab Kubur yang Menakutkan atau Nikmat Kubur yang Menyenangkan
Reference:http://qurandansunnah.wordpress.com/2009/11/30/azab-kubur-dan-nikmat-kubur-di-alam-barzakh/
Allah Subhanahu wa Ta’ala di awal surat Al-Baqarah menyebutkan sifat hamba-hamba-Nya yang bertakwa bahwa mereka beriman kepada yang ghaib serta memiliki amalan-amalan yang nampak maupun tidak nampak. Karena kata takwa mencakup semua hal itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ
“(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib.” (Al-Baqarah: 3)
Karena, hakikat iman itu adalah pembenaran secara total terhadap segala yang diberitakan oleh para rasul (dalam perkara yang ghaib) yang mengandung konsekuensi ketaatan seluruh anggota tubuh. Sehingga bukanlah termasuk iman yang benar, keyakinan terhadap hal-hal yang hanya bisa disaksikan oleh panca indera saja. Karena tidak akan terbedakan antara yang mukmin dan yang kafir dalam perkara tersebut. Hanya saja permasalahan iman itu ialah terhadap perkara ghaib, yang kita tidak bisa melihat dan merasakannya dengan panca indera yang lainnya.
Kita beriman terhadap yang ghaib itu hanyalah karena adanya berita dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam semata. Inilah iman yang akan membedakan antara orang yang mukmin dengan orang kafir. Sehingga, seorang mukmin akan beriman kepada seluruh perkara yang diberitakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sama saja baginya, apakah dia mampu mengetahuinya dengan panca inderanya atau tidak. Sama saja baginya, apakah akalnya mampu menjangkaunya atau tidak. Sikap seorang mukmin yang demikian ini berbeda dengan sikap orang-orang zindiq (munafik) yang mendustakan perkara-perkara ghaib karena telah rusak akalnya. Mereka mendustakan perkara-perkara ghaib tersebut karena akalnya tidak mampu menjangkaunya. Rusaklah akalnya dan kacaulah pemikirannya. Sedangkan akal seorang mukmin menjadi bersih dan suci dengan bimbingan wahyu ilahi.
Termasuk beriman dengan perkara ghaib adalah beriman dengan seluruh perkara yang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam beritakan berupa berbagai peristiwa yang telah terjadi maupun yang akan terjadi. Demikian pula hal-hal yang akan terjadi di akhirat nanti. (Taisir Al-Karimirrahman, hal. 40)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: “Termasuk beriman kepada hari akhir adalah beriman dengan seluruh perkara yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beritakan berupa hal-hal yang akan terjadi setelah kematian. Sehingga, Ahlus Sunnah beriman kepada adanya fitnah (ujian pertanyaan) di kubur dan azab kubur.”
Dalil-dalil dari Al-Qur’an tentang Azab Kubur
Di antara dalil-dalil yang menunjukkan adanya azab kubur dari Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَوَقَاهُ اللهُ سَيِّئَاتِ مَا مَكَرُوا وَحَاقَ بِآلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ. النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا ءَالَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ
“Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): ‘Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras’.” (Ghafir: 45-46)
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Ayat ini adalah dalil yang paling kuat bagi Ahlus Sunnah untuk menetapkan adanya azab kubur, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا
“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang.” (Ghafir: 46)
Yakni, diperlihatkan kepada mereka neraka di pagi dan sore hari.
2. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَذَرْهُمْ حَتَّى يُلَاقُوا يَوْمَهُمُ الَّذِي فِيهِ يُصْعَقُونَ. يَوْمَ لَا يُغْنِي عَنْهُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ. وَإِنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا عَذَابًا دُونَ ذَلِكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka biarkanlah mereka hingga mereka menemui hari (yang dijanjikan kepada) mereka yang pada hari itu mereka dibinasakan, (yaitu) hari ketika tidak berguna bagi mereka sedikit pun tipu daya mereka dan mereka tidak ditolong. Dan sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain itu. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (Ath-Thur: 45-47)
Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi rahimahullahu berkata: “Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala ini, kemungkinan yang dimaksud adalah mereka diazab di dunia dengan dimatikan atau yang lainnya. Kemungkinan (yang kedua) mereka diazab di alam barzakh. Makna yang kedua ini yang lebih nampak jelas, karena kebanyakan mereka mati dalam keadaan belum diazab di dunia. Atau kemungkinan (ketiga) maksudnya adalah umum, yaitu azab di dunia dan di akhirat (termasuk azab kubur).” (Syarh Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah, hal. 612-613)
3. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ
“Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.” (At-Taubah: 101)
Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami rahimahullahu berkata: “Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Abu Malik, Ibnu Juraid, Al-Hasan Al-Bashri, Sa’id, Qatadah, dan Ibnu Ishaq rahimahumullah, mereka mengatakan (yang kesimpulannya) bahwa yang dimaksudkan dengan ayat tersebut adalah azab di dunia dan azab di kubur. Kemudian mereka dikembalikan ke azab yang besar yaitu neraka jahannam.” (Ma’arijul Qabul, 2/719)
4. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat sebelum azab yang lebih besar (di akhirat). Mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).” (As-Sajdah: 21)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Al-Bara’ bin ‘Azib, Mujahid, dan Abu Ubaidah berkata bahwa yang dimaksud adalah azab kubur.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/405)
Dalil-dalil dari As-Sunnah
Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami rahimahullahu berkata: “Dalil-dalil dari As-Sunnah yang menunjukkan adanya azab kubur sungguh telah mencapai derajat mutawatir, karena para imam As-Sunnah, para periwayat hadits dan para pakarnya (kritikus, penelitinya) dari sejumlah besar kalangan sahabat (telah meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Di antaranya Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Al-Bara’ bin Azib, Umar bin Al-Khaththab, Abdullah bin Umar, Aisyah, dll g. (Ma’arijul Qabul, 2/721)
1. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda;
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
“Dan aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dalam riwayat Muslim, dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْلَا أَنْ لَا تَدَافَنُوا لَدَعَوْتُ اللهَ أَنْ يُسْمِعَكُمْ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ الَّذِي أَسْمَعُ
“Kalau kalian tidak saling menguburkan (jenazah), sungguh aku akan meminta kepada Allah agar memperdengarkan sebagian azab kubur yang aku dengar kepada kalian.”
2. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata:
مَرَّ النَّبِيُّ n بِقَبْرَينِ فَقَالَ: إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ. فَأَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً. فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، لِمَا فَعَلْتَ هَذَا؟ قَالَ: لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua kuburan. Beliau l bersabda: “Sesungguhnya keduanya sedang diazab, dan tidaklah keduanya diazab disebabkan suatu perkara yang besar (menurut kalian). Salah satunya tidak menjaga diri dari percikan air kencing, sedangkan yang lain suka mengadu domba antara manusia.” Beliau lalu mengambil sebuah pelepah kurma yang masih basah, kemudian beliau belah menjadi dua bagian dan beliau tancapkan satu bagian pada masing-masing kuburan. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan hal ini?” Beliau menjawab: “Mudah-mudahan diringankan azab tersebut dari keduanya selama pelepah kurma itu belum kering.” (Muttafaqun ‘alaih)
3. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata:
دَخَلْتُ عَلَى يَهُودِيَّةٍ فَذَكَرَتْ عَذَابَ الْقَبْرِ فَكَذَّبْتُهَا فَدَخَلَ النَّبِيُّ n عَلَيَّ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّهُمْ لَيُعَذَّبُونَ فِي قُبُورِهِمْ حَتَّى الْبَهَائِمَ تَسْمَعُ أَصْوَاتَهُمْ
Aku masuk kepada seorang wanita Yahudi, kemudian dia menceritakan azab kubur, maka aku mendustakannya. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk kepadaku, aku pun menceritakan kejadian itu kepada beliau. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh mereka akan diazab di kubur mereka, sehingga hewan-hewan pun mendengarkan jeritan-jeritan mereka.” (HR. Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Berlindung Dari Azab Kubur
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung dari azab kubur dan memerintahkan umatnya untuk berlindung darinya. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang azab kubur, maka beliau menjawab:
نَعَمْ، عَذَابُ الْقَبْرِ حَقٌّ. فَقَالَتْ عَائِشَةُ x: فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ n بَعْدُ صَلَّى صَلَاةً إِلاَّ تَعَوَّذَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
“Ya. Azab kubur itu benar adanya.” Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Setelah kejadian tersebut, aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat kecuali berlindung dari azab kubur.” (HR. Al-Bukhari no. 1049)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَعِذْ مِنْ أَرْبَعٍ يَقُولُ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّال
“Apabila salah seorang kalian bertasyahud, hendaklah dia meminta perlindungan dari empat perkara, hendaknya dia berdoa: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari azab neraka jahannam, azab kubur, fitnah kehidupan dan kematian, serta dari kejelekan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dalam riwayat lain di Shahih Muslim:
إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ الْأَخِيرِ …
“Apabila dia selesai dari tasyahud akhir….”
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ n كَانَ يُعَلِّمُهُمْ هَذَا الدُّعَاءَ كَمَا يُعَلِّمُ السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ
“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan doa ini kepada mereka (para sahabat) sebagaimana beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan sebuah surat dari Al-Qur’an.” (HR. Muslim, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i)
Dikutip dari: www. Asysyariah.com Penulis : Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan, Judul : Alam Barzakh, Adzab Kubur yang Menakutkan atau Nikmat Kubur yang Menyenangkan
Reference:http://qurandansunnah.wordpress.com/2009/11/30/azab-kubur-dan-nikmat-kubur-di-alam-barzakh/
~~azab bg wanita~~
Azab Bagi Wanita (tlg ingatkan kpd semua kaum perempuan yg kamu kenal)
Saudara dan saudari kaum muslimin dan muslimat Renungan khususnya
untuk para wanita dan diri sendiri.....
Sayidina Ali ra menceritakan suatu ketika melihat Rasulullah
menangis manakala ia datang bersama Fatimah . Lalu keduanya bertanya
mengapa Rasul menangis.
Beliau menjawab, "Pada malam aku di-isra'- kan , aku melihat
perempuan-perempuan yang sedang disiksa dengan berbagai siksaan.
Itulah sebabnya mengapa aku menangis. Karena,
menyaksikan mereka yang sangat berat dan mengerikan siksanya.
Putri Rasulullah kemudian menanyakan apa yang dilihat ayahandanya.
"Aku lihat ada perempuan digantung rambutnya, otaknya mendidih.
Aku lihat perempuan digantung lidahnya, tangannya diikat ke belakang
dan timah cair dituangkan ke dalam tengkoraknya.
Aku lihat perempuan tergantung kedua kakinya dengan terikat
tangannya sampai ke ubun-ubunnya, diulurkan ular dan kalajengking.
Dan aku lihat perempuan yang memakan badannya sendiri, di bawahnya
dinyalakan api neraka. Serta aku lihat perempuan yang bermuka hitam,
memakan tali perutnya sendiri.
Aku lihat perempuan yang telinganya pekak dan matanya buta,
dimasukkan ke dalam peti yang dibuat dari api neraka, otaknya keluar
dari lubang hidung, badannya berbau busuk karena penyakit sopak dan
kusta.
Aku lihat perempuan yang badannya seperti himar, beribu-ribu
kesengsaraan dihadapinya. Aku lihat perempuan yang
rupanya seperti anjing, sedangkan api masuk melalui mulut dan keluar
dari duburnya sementara malikat memukulnya dengan pentung dari api
neraka,"kata Nabi.
Fatimah Az-Zahra kemudian menanyakan mengapa mereka disiksa seperti itu?
*Rasulullah menjawab, "Wahai putriku, adapun mereka yang tergantung
rambutnya hingga otaknya mendidih adalah wanita yang tidak menutup
rambutnya sehingga terlihat oleh laki-laki yang bukan muhrimnya.
*Perempuan yang digantung susunya adalah istri yang 'mengotori' tempat
tidurnya.
*Perempuan yang tergantung kedua kakinya ialah perempuan yang tidak
taat kepada suaminya, ia keluar rumah tanpa izin suaminya, dan
perempuan yang tidak mau mandi suci dari haid dan nifas.
*Perempuan yang memakan badannya sendiri ialah karena ia berhias untuk
lelaki yang bukan muhrimnya dan suka mengumpat orang lain.
*Perempuan yang memotong badannya sendiri dengan gunting api neraka
karena ia memperkenalkan dirinya kepada orang yang kepada orang lain
bersolek dan berhias supaya kecantikannya dilihat laki-laki yang bukan
muhrimnya.
*Perempuan yang diikat kedua kaki dan tangannya ke atas ubun-ubunnya
diulurkan ular dan kalajengking padanya karena ia bisa shalat tapi
tidak mengamalkannya dan tidak mau mandi junub.
* Perempuan yang kepalanya seperti babi dan badannya seperti himar
ialah tukang umpat dan pendusta.. Perempuan yang menyerupai anjing
ialah perempuan yang suka memfitnah dan membenci suami."Mendengar itu,
Sayidina Ali dan Fatimah Az-Zahra pun turut menangis.
Dan inilah peringatan kepada kaum perempuan.
Saudara dan saudari kaum muslimin dan muslimat Renungan khususnya
untuk para wanita dan diri sendiri.....
Sayidina Ali ra menceritakan suatu ketika melihat Rasulullah
menangis manakala ia datang bersama Fatimah . Lalu keduanya bertanya
mengapa Rasul menangis.
Beliau menjawab, "Pada malam aku di-isra'- kan , aku melihat
perempuan-perempuan yang sedang disiksa dengan berbagai siksaan.
Itulah sebabnya mengapa aku menangis. Karena,
menyaksikan mereka yang sangat berat dan mengerikan siksanya.
Putri Rasulullah kemudian menanyakan apa yang dilihat ayahandanya.
"Aku lihat ada perempuan digantung rambutnya, otaknya mendidih.
Aku lihat perempuan digantung lidahnya, tangannya diikat ke belakang
dan timah cair dituangkan ke dalam tengkoraknya.
Aku lihat perempuan tergantung kedua kakinya dengan terikat
tangannya sampai ke ubun-ubunnya, diulurkan ular dan kalajengking.
Dan aku lihat perempuan yang memakan badannya sendiri, di bawahnya
dinyalakan api neraka. Serta aku lihat perempuan yang bermuka hitam,
memakan tali perutnya sendiri.
Aku lihat perempuan yang telinganya pekak dan matanya buta,
dimasukkan ke dalam peti yang dibuat dari api neraka, otaknya keluar
dari lubang hidung, badannya berbau busuk karena penyakit sopak dan
kusta.
Aku lihat perempuan yang badannya seperti himar, beribu-ribu
kesengsaraan dihadapinya. Aku lihat perempuan yang
rupanya seperti anjing, sedangkan api masuk melalui mulut dan keluar
dari duburnya sementara malikat memukulnya dengan pentung dari api
neraka,"kata Nabi.
Fatimah Az-Zahra kemudian menanyakan mengapa mereka disiksa seperti itu?
*Rasulullah menjawab, "Wahai putriku, adapun mereka yang tergantung
rambutnya hingga otaknya mendidih adalah wanita yang tidak menutup
rambutnya sehingga terlihat oleh laki-laki yang bukan muhrimnya.
*Perempuan yang digantung susunya adalah istri yang 'mengotori' tempat
tidurnya.
*Perempuan yang tergantung kedua kakinya ialah perempuan yang tidak
taat kepada suaminya, ia keluar rumah tanpa izin suaminya, dan
perempuan yang tidak mau mandi suci dari haid dan nifas.
*Perempuan yang memakan badannya sendiri ialah karena ia berhias untuk
lelaki yang bukan muhrimnya dan suka mengumpat orang lain.
*Perempuan yang memotong badannya sendiri dengan gunting api neraka
karena ia memperkenalkan dirinya kepada orang yang kepada orang lain
bersolek dan berhias supaya kecantikannya dilihat laki-laki yang bukan
muhrimnya.
*Perempuan yang diikat kedua kaki dan tangannya ke atas ubun-ubunnya
diulurkan ular dan kalajengking padanya karena ia bisa shalat tapi
tidak mengamalkannya dan tidak mau mandi junub.
* Perempuan yang kepalanya seperti babi dan badannya seperti himar
ialah tukang umpat dan pendusta.. Perempuan yang menyerupai anjing
ialah perempuan yang suka memfitnah dan membenci suami."Mendengar itu,
Sayidina Ali dan Fatimah Az-Zahra pun turut menangis.
Dan inilah peringatan kepada kaum perempuan.
Wednesday, April 21, 2010
Rahsia jadi isteri SOLEHAH
ADA yang bertanya, bagaimana saya mahu menjadi wanita atau isteri solehah. Adakah perlu warak (kuat beribadat), memakai purdah atau pandai membaca al-Quran?
Wanita solehah ialah mereka yang pandai menghibur dan melayan suami dengan mempersembahkan segala kemesraan, kemanjaan dan cinta sepenuh hati sehingga suami sentiasa rindukan dirinya malah tidak mahu berpisah walaupun sekejap.
Bukan perkara yang susah mahu menjadi wanita solehah. Hanya dengan senyuman yang manis dan menambat hati suami, mereka boleh menduduki carta itu.
Ada yang berkata senyuman isteri yang dilakukan dengan ikhlas semata-mata untuk suami lebih baik daripada menggunakan produk alat solek jenama mahal yang berharga ratusan ringgit.
Pandangan yang mesra dan lembut ibarat celak yang paling indah menghiasai sepasang matanya. Kelembutan dan kehalusannya berbicara seperti pakaian yang paling cantik dipakainya.
Suami mana akan memandang ke belakang apabila isterinya sentiasa harum dan bersih. Malah, aroma itu pasti memikat selera suami untuk sentiasa berada di samping isteri daripada berborak bersama rakan di kedai kopi.
Berapa ramai isteri yang memberikan senyuman manis, pandangan yang mesra dan lembut serta wajah yang berseri-seri ketika mengiringi suami keluar rumah atau menyambut kepulangannya di muka pintu.
Rasululullah s.a.w pernah bersabda bahawa isteri solehah ialah yang menggembirakan suaminya apabila suami melihat kepadanya.
Bayangkan suami yang pulang dalam keadaan letih kerana beban tugas di pejabat ditambah kesesakan jalan raya, isteri yang menyambut di muka pintu menguntum senyuman, wajah yang dihiasi cantik, menolong membawa beg, membuka sarung kaki dan menyediakan minuman untuk menghilangkan dahaga.
Memang sukar mencari ciri-ciri wanita sedemikian kerana kebanyakan isteri terutama yang bekerja terlalu terbawa-bawa perangai mereka di pejabat sehingga suami tidak diberi perhatian. Akhirnya, suami jemu dan sengaja balik lewat ke rumah.
Kadangkala kita tertanya-tanya mengapa sesetengah lelaki suka mencari pelacur untuk memuaskan nafsu. Tidakkah mereka takut dengan hukum Allah dan risiko jangkitan penyakit yang boleh mereka dapat.
Sebenarnya, sesetengah lelaki gemar mencari perempuan lacur kerana mereka mendapat layanan kelas satu ketika bersama wanita berkenaan. Mereka tidak mendapatnya ketika di rumah apatah lagi isteri yang terlalu sibuk dengan kerja sehingga mengabai nafkah batin kepada suami.
Mungkin ada yang berkata, wanita lacur memberi layanan kelas satu kerana mereka dibayar atau mendapat tip.
Adakah isteri juga mahu suami memberi bayaran kepada mereka semata-mata untuk mendapatkan layanan kelas satu? Jika isteri mempunyai pandangan sedemikian, jangan melenting jika dikatakan mereka juga sama dengan pelacur.
Layanan isteri kepada suami tidak perlu kepada unsur kewangan. Sebagai ketua rumah tangga, suami perlu menyediakan keperluan kepada isteri termasuk makan minum, pakaian, perhiasan dan belanja isteri.
Jika perkara ini dilaksanakan, apa alasan isteri untuk tidak memberi layanan kelas satu kepada suami.
Beruntung isteri yang tahu melayan dan menghiburkan suami kerana selain mendapat kenikmatan, mereka juga mendapat ganjaran pahala daripada Allah.
Isteri yang sengaja enggan melayan nafsu suami akan dilaknat malaikat kerana tidak menunaikan tanggungjawab sebagai suri rumah tangga.
Kajian mendapati suami yang mendapat belaian dan kasih sayang isterinya akan cemerlang di tempat kerja dan masyarakat. Mereka tidak memerlukan apa-apa lagi melainkan isteri di sisi.
Mungkin ramai yang tidak percaya bahawa semangat suami lebih tinggi jika mendapat kasih sayang isteri. Suami manusia biasa, walaupun segagah atau segarang mana mereka, jika dimanja atau dibelai, mereka ibarat harimau jinak.
Justeru, isteri perlu mempunyai teknik atau kaedah untuk memikat suami, bukan semata-mata wajah yang jelita atau harta yang banyak.
Bayangkan ketika kecil, anak mendapat perhatian dan kemanjaan ibu bapa, tentu anak membesar menjadi manusia yang baik. Tetapi jika tiada kasih sayang ibu bapa, anak pasti membesar sebagai manusia yang tidak terkawal.
Oleh itu, isteri perlu faham, walau setinggi mana pangkat, kedudukan, harta dan darjat mereka, jangan lupa memberi kasih sayang dan kemanjaan kepada suami. Senyuman, kemanjaan, pakaian dan haruman adalah senjata untuk memancing manusia bernama lelaki.
Reference: http://intim.wordpress.com/2007/04/21/rahsia-jadi-isteri-solehah/
Wanita solehah ialah mereka yang pandai menghibur dan melayan suami dengan mempersembahkan segala kemesraan, kemanjaan dan cinta sepenuh hati sehingga suami sentiasa rindukan dirinya malah tidak mahu berpisah walaupun sekejap.
Bukan perkara yang susah mahu menjadi wanita solehah. Hanya dengan senyuman yang manis dan menambat hati suami, mereka boleh menduduki carta itu.
Ada yang berkata senyuman isteri yang dilakukan dengan ikhlas semata-mata untuk suami lebih baik daripada menggunakan produk alat solek jenama mahal yang berharga ratusan ringgit.
Pandangan yang mesra dan lembut ibarat celak yang paling indah menghiasai sepasang matanya. Kelembutan dan kehalusannya berbicara seperti pakaian yang paling cantik dipakainya.
Suami mana akan memandang ke belakang apabila isterinya sentiasa harum dan bersih. Malah, aroma itu pasti memikat selera suami untuk sentiasa berada di samping isteri daripada berborak bersama rakan di kedai kopi.
Berapa ramai isteri yang memberikan senyuman manis, pandangan yang mesra dan lembut serta wajah yang berseri-seri ketika mengiringi suami keluar rumah atau menyambut kepulangannya di muka pintu.
Rasululullah s.a.w pernah bersabda bahawa isteri solehah ialah yang menggembirakan suaminya apabila suami melihat kepadanya.
Bayangkan suami yang pulang dalam keadaan letih kerana beban tugas di pejabat ditambah kesesakan jalan raya, isteri yang menyambut di muka pintu menguntum senyuman, wajah yang dihiasi cantik, menolong membawa beg, membuka sarung kaki dan menyediakan minuman untuk menghilangkan dahaga.
Memang sukar mencari ciri-ciri wanita sedemikian kerana kebanyakan isteri terutama yang bekerja terlalu terbawa-bawa perangai mereka di pejabat sehingga suami tidak diberi perhatian. Akhirnya, suami jemu dan sengaja balik lewat ke rumah.
Kadangkala kita tertanya-tanya mengapa sesetengah lelaki suka mencari pelacur untuk memuaskan nafsu. Tidakkah mereka takut dengan hukum Allah dan risiko jangkitan penyakit yang boleh mereka dapat.
Sebenarnya, sesetengah lelaki gemar mencari perempuan lacur kerana mereka mendapat layanan kelas satu ketika bersama wanita berkenaan. Mereka tidak mendapatnya ketika di rumah apatah lagi isteri yang terlalu sibuk dengan kerja sehingga mengabai nafkah batin kepada suami.
Mungkin ada yang berkata, wanita lacur memberi layanan kelas satu kerana mereka dibayar atau mendapat tip.
Adakah isteri juga mahu suami memberi bayaran kepada mereka semata-mata untuk mendapatkan layanan kelas satu? Jika isteri mempunyai pandangan sedemikian, jangan melenting jika dikatakan mereka juga sama dengan pelacur.
Layanan isteri kepada suami tidak perlu kepada unsur kewangan. Sebagai ketua rumah tangga, suami perlu menyediakan keperluan kepada isteri termasuk makan minum, pakaian, perhiasan dan belanja isteri.
Jika perkara ini dilaksanakan, apa alasan isteri untuk tidak memberi layanan kelas satu kepada suami.
Beruntung isteri yang tahu melayan dan menghiburkan suami kerana selain mendapat kenikmatan, mereka juga mendapat ganjaran pahala daripada Allah.
Isteri yang sengaja enggan melayan nafsu suami akan dilaknat malaikat kerana tidak menunaikan tanggungjawab sebagai suri rumah tangga.
Kajian mendapati suami yang mendapat belaian dan kasih sayang isterinya akan cemerlang di tempat kerja dan masyarakat. Mereka tidak memerlukan apa-apa lagi melainkan isteri di sisi.
Mungkin ramai yang tidak percaya bahawa semangat suami lebih tinggi jika mendapat kasih sayang isteri. Suami manusia biasa, walaupun segagah atau segarang mana mereka, jika dimanja atau dibelai, mereka ibarat harimau jinak.
Justeru, isteri perlu mempunyai teknik atau kaedah untuk memikat suami, bukan semata-mata wajah yang jelita atau harta yang banyak.
Bayangkan ketika kecil, anak mendapat perhatian dan kemanjaan ibu bapa, tentu anak membesar menjadi manusia yang baik. Tetapi jika tiada kasih sayang ibu bapa, anak pasti membesar sebagai manusia yang tidak terkawal.
Oleh itu, isteri perlu faham, walau setinggi mana pangkat, kedudukan, harta dan darjat mereka, jangan lupa memberi kasih sayang dan kemanjaan kepada suami. Senyuman, kemanjaan, pakaian dan haruman adalah senjata untuk memancing manusia bernama lelaki.
Reference: http://intim.wordpress.com/2007/04/21/rahsia-jadi-isteri-solehah/
Tuesday, April 20, 2010
Wanita solehah lebih baik dari bidadari syurga
Wanita solehah tidak boleh sembarangan mencintai lelaki. Lelaki yang paling wajar dicintai oleh wanita solehah ialah Nabi Muhammad SAW. Ini kerana Nabi Muhammad SAW adalah pembela nasib kaum wanita. Baginda telah mengangkat martabat kaum wanita daripada diperlakukan dengan kehinaan pada zaman jahiliyah, khususnya oleh kaum lelaki.
Ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW juga berjaya menyempurnakan budi pekerti kaum lelaki. Ini membawa keuntungan kepada kaum wanita kerana mereka mendapat kebebasan dalam kawalan dan perlindungan keselamatan oleh kaum lelaki. Iaitu dengan mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW menjadikan bapa atau suami mereka berbuat baik dan bertanggungjawab ke atas keluarganya. Demikian juga dengan kedatangan Rasulullah SAW telah menjadikan anak-anak tidak lupa untuk berbakti kepada ibu mereka, cthnya seperti Uwais Al-Qarni.
Salah satu tanda kasih Baginda SAW terhadap kaum wanita ialah dengan berpesan kepada kaum lelaki agar berbuat baik kepada wanita, khususnya ahli keluarga mereka. Rasulullah SAW sendiri menjadikan diri dan keluarga baginda suri teladan kepada kaum lelaki untuk bagaimana berbuat baik dan memuliakan kaum wanita.
Rasulullah SAW bersabda,
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya, dan yang berbuat baik kepada ahli keluarganya.” (Riwayat Abu Daud dan Tirmizi)
Lagi sabda Rasulullah SAW,
“Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik terhadap keluarganya; dan aku adalah yang terbaik dari kamu terhadap keluargaku. Orang yang memuliakan kaum wanita adalah orang yang mulia, dan orang yang menghina kaum wanita adalah orang yang tidak tahu budi.” (Riwayat Abu ‘Asakir)
Tapi betul ke wanita solehah itu lebih baik daripada bidadari syurga?
Daripada Umm Salamah, isteri Nabi SAW, katanya(di dalam sebuah hadis yang panjang):
Aku berkata, “Wahai Rasulullah! Adakah wanita di dunia lebih baik atau bidadari?”
Baginda menjawab, “Wanita di dunia lebih baik daripada bidadari sebagaimana yang zahir lebih baik daripada yang batin.”
Aku berkata, “Wahai Rasulullah! Bagaimanakah itu?”
Baginda menjawab, “Dengan solat, puasa dan ibadat mereka kepada Allah, Allah akan memakaikan muka-muka mereka dengan cahaya dan jasad mereka dengan sutera yang berwarna putih,berpakaian hijau dan berperhiasan kuning….(hingga akhir hadis)” (riwayat al-Tabrani)
Terkejut bila membaca hadis ni dan ingin berkongsi bersama rakan-rakan lain. Sungguh tinggi darjat wanita solehah, sehingga dikatakan lebih baik daripada bidadari syurga. Semoga hadis ini menjadi inspirasi bagi kita semua dalam memperbaiki diri agar menjadi lebih baik daripada bidadari syurga. InsyaAllah..
Tapi, bagaimana yang dikatakan wanita solehah itu?
Ikuti kisah berikut, semoga kita sama-sama beroleh pengajaran.
Seorang gadis kecil bertanya ayahnya “ayah ceritakanlah padaku perihal muslimah sejati?”
Si ayah pun menjawab “anakku,seorang muslimah sejati bukan dilihat dari kecantikan dan keayuan wajahnya semata-mata.wajahnya hanyalah satu peranan yang amat kecil,tetapi muslimah sejati dilihat dari kecantikan dan ketulusan hatinya yang tersembunyi.itulah yang terbaik”
Si ayah terus menyambung
“muslimah sejati juga tidak dilihat dari bentuk tubuh badannya yang mempersona,tetapi dilihat dari sejauh mana ia menutupi bentuk tubuhnya yang mempersona itu.muslimah sejati bukanlah dilihat dari sebanyak mana kebaikan yang diberikannya ,tetapi dari keikhlasan ketika ia memberikan segala kebaikan itu.muslimah sejati bukanlah dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya tetapi dilihat dari apa yang sering mulutnya bicarakan.muslimah sejati bukan dilihat dari keahliannya berbahasa,tetapi dilihat dari bagaimana caranya ia berbicara dan berhujah kebenaran”
Berdasarkan ayat 31,surah An Nurr,Abdullah ibn abbas dan lain-lainya berpendapat.Seseorang wanita islam hanya boleh mendedahkan wajah,dua tapak tangan dan cincinnya di hadapan lelaki yang bukan mahram(As syeikh said hawa di dalam kitabnya Al Asas fit Tasir)
“Janganlah perempuan -perempuan itu terlalu lunak dalam berbicara sehingga menghairahkan orang yang ada perasaan dalam hatinya,tetapi ucapkanlah perkataan yang baik-baik”(surah Al Ahzab:32)
“lantas apa lagi ayah?”sahut puteri kecil terus ingin tahu.
“ketahuilah muslimah sejati bukan dilihat dari keberaniannya dalam berpakaian grand tetapi dilihat dari sejauh mana ia berani mempertahankan kehormatannya melalui apa yang dipakainya.
Muslimah sejati bukan dilihat dari kekhuwatirannya digoda orang di tepi jalanan tetapi dilihat dari kekhuwatirannya dirinyalah yang mengundang orang tergoda.muslimah sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujian yang ia jalani tetapi dilihat dari sejauh mana ia menghadapi ujian itu dengan penuh rasa redha dan kehambaan kepada TUHAN nya,dan ia sentiasa bersyukur dengan segala kurniaan yang diberi”
“dan ingatlah anakku muslimah sejati bukan dilihat dari sifat mesranya dalam bergaul tetapi dilihat dari sejauh mana ia mampu menjaga kehormatan dirinya dalam bergaul”
Setelah itu si anak bertanya”Siapakah yang memiliki criteria seperti itu ayah?Bolehkah saya menjadi sepertinya?mampu dan layakkah saya ayah?”
Si ayah memberikan sebuah buku dan berkata”pelajarilah mereka!supaya kamu berjaya nanti.INSYA ALLAH kamu juga boleh menjadi muslimah sejati dan wanita yang solehah kelak,malah semua wanita boleh”
Si anak pun segera mengambil buku tersebut lalu terlihatlah sebaris perkataan berbunyi ISTERI RASULULLAH.
“Apabila seorang perempuan itu solat lima waktu ,puasa di bulan ramadhan ,menjaga kehormatannya dan mentaati suaminya,maka masuklah ia ke dalam syurga dari pintu-pintu yang ia kehendakinya”(riwayat Al Bazzar)
Ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW juga berjaya menyempurnakan budi pekerti kaum lelaki. Ini membawa keuntungan kepada kaum wanita kerana mereka mendapat kebebasan dalam kawalan dan perlindungan keselamatan oleh kaum lelaki. Iaitu dengan mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW menjadikan bapa atau suami mereka berbuat baik dan bertanggungjawab ke atas keluarganya. Demikian juga dengan kedatangan Rasulullah SAW telah menjadikan anak-anak tidak lupa untuk berbakti kepada ibu mereka, cthnya seperti Uwais Al-Qarni.
Salah satu tanda kasih Baginda SAW terhadap kaum wanita ialah dengan berpesan kepada kaum lelaki agar berbuat baik kepada wanita, khususnya ahli keluarga mereka. Rasulullah SAW sendiri menjadikan diri dan keluarga baginda suri teladan kepada kaum lelaki untuk bagaimana berbuat baik dan memuliakan kaum wanita.
Rasulullah SAW bersabda,
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya, dan yang berbuat baik kepada ahli keluarganya.” (Riwayat Abu Daud dan Tirmizi)
Lagi sabda Rasulullah SAW,
“Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik terhadap keluarganya; dan aku adalah yang terbaik dari kamu terhadap keluargaku. Orang yang memuliakan kaum wanita adalah orang yang mulia, dan orang yang menghina kaum wanita adalah orang yang tidak tahu budi.” (Riwayat Abu ‘Asakir)
Tapi betul ke wanita solehah itu lebih baik daripada bidadari syurga?
Daripada Umm Salamah, isteri Nabi SAW, katanya(di dalam sebuah hadis yang panjang):
Aku berkata, “Wahai Rasulullah! Adakah wanita di dunia lebih baik atau bidadari?”
Baginda menjawab, “Wanita di dunia lebih baik daripada bidadari sebagaimana yang zahir lebih baik daripada yang batin.”
Aku berkata, “Wahai Rasulullah! Bagaimanakah itu?”
Baginda menjawab, “Dengan solat, puasa dan ibadat mereka kepada Allah, Allah akan memakaikan muka-muka mereka dengan cahaya dan jasad mereka dengan sutera yang berwarna putih,berpakaian hijau dan berperhiasan kuning….(hingga akhir hadis)” (riwayat al-Tabrani)
Terkejut bila membaca hadis ni dan ingin berkongsi bersama rakan-rakan lain. Sungguh tinggi darjat wanita solehah, sehingga dikatakan lebih baik daripada bidadari syurga. Semoga hadis ini menjadi inspirasi bagi kita semua dalam memperbaiki diri agar menjadi lebih baik daripada bidadari syurga. InsyaAllah..
Tapi, bagaimana yang dikatakan wanita solehah itu?
Ikuti kisah berikut, semoga kita sama-sama beroleh pengajaran.
Seorang gadis kecil bertanya ayahnya “ayah ceritakanlah padaku perihal muslimah sejati?”
Si ayah pun menjawab “anakku,seorang muslimah sejati bukan dilihat dari kecantikan dan keayuan wajahnya semata-mata.wajahnya hanyalah satu peranan yang amat kecil,tetapi muslimah sejati dilihat dari kecantikan dan ketulusan hatinya yang tersembunyi.itulah yang terbaik”
Si ayah terus menyambung
“muslimah sejati juga tidak dilihat dari bentuk tubuh badannya yang mempersona,tetapi dilihat dari sejauh mana ia menutupi bentuk tubuhnya yang mempersona itu.muslimah sejati bukanlah dilihat dari sebanyak mana kebaikan yang diberikannya ,tetapi dari keikhlasan ketika ia memberikan segala kebaikan itu.muslimah sejati bukanlah dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya tetapi dilihat dari apa yang sering mulutnya bicarakan.muslimah sejati bukan dilihat dari keahliannya berbahasa,tetapi dilihat dari bagaimana caranya ia berbicara dan berhujah kebenaran”
Berdasarkan ayat 31,surah An Nurr,Abdullah ibn abbas dan lain-lainya berpendapat.Seseorang wanita islam hanya boleh mendedahkan wajah,dua tapak tangan dan cincinnya di hadapan lelaki yang bukan mahram(As syeikh said hawa di dalam kitabnya Al Asas fit Tasir)
“Janganlah perempuan -perempuan itu terlalu lunak dalam berbicara sehingga menghairahkan orang yang ada perasaan dalam hatinya,tetapi ucapkanlah perkataan yang baik-baik”(surah Al Ahzab:32)
“lantas apa lagi ayah?”sahut puteri kecil terus ingin tahu.
“ketahuilah muslimah sejati bukan dilihat dari keberaniannya dalam berpakaian grand tetapi dilihat dari sejauh mana ia berani mempertahankan kehormatannya melalui apa yang dipakainya.
Muslimah sejati bukan dilihat dari kekhuwatirannya digoda orang di tepi jalanan tetapi dilihat dari kekhuwatirannya dirinyalah yang mengundang orang tergoda.muslimah sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujian yang ia jalani tetapi dilihat dari sejauh mana ia menghadapi ujian itu dengan penuh rasa redha dan kehambaan kepada TUHAN nya,dan ia sentiasa bersyukur dengan segala kurniaan yang diberi”
“dan ingatlah anakku muslimah sejati bukan dilihat dari sifat mesranya dalam bergaul tetapi dilihat dari sejauh mana ia mampu menjaga kehormatan dirinya dalam bergaul”
Setelah itu si anak bertanya”Siapakah yang memiliki criteria seperti itu ayah?Bolehkah saya menjadi sepertinya?mampu dan layakkah saya ayah?”
Si ayah memberikan sebuah buku dan berkata”pelajarilah mereka!supaya kamu berjaya nanti.INSYA ALLAH kamu juga boleh menjadi muslimah sejati dan wanita yang solehah kelak,malah semua wanita boleh”
Si anak pun segera mengambil buku tersebut lalu terlihatlah sebaris perkataan berbunyi ISTERI RASULULLAH.
“Apabila seorang perempuan itu solat lima waktu ,puasa di bulan ramadhan ,menjaga kehormatannya dan mentaati suaminya,maka masuklah ia ke dalam syurga dari pintu-pintu yang ia kehendakinya”(riwayat Al Bazzar)
Keistimewaan wanita
Wanita sebenarnya banyak keiatimewaannya....janganlah rendah diri dek kerana anda wanita,kerana Allah jadikan wanita dengan pelbagai keistimewaan:
1. Doa wanita itu lebih makbul daripada lelaki kerana sifat penyayang yang lebih kuat daripada lelaki. Ketika ditanya kepada Rasulullah SAW akan hal tersebut, jawab baginda , " Ibu lebih penyayang daripada bapa dan doa orang yang penyayang tidak akan sia-sia."
2. Wanita yang solehah (baik) itu lebih baik daripada 1000 lelaki yang soleh.
3. Barangsiapa yang menggembirakan anak perempuannya, darjatnya seumpama orang yang sentiasa menangis kerana takutkan Allah .Dan orang yang takutkan Allah SWT akan diharamkan api neraka ke atas tubuhnya.
4. Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya akan tinggal bersama aku (Rasulullah SAW) di dalam syurga.
5. Barangsiapa membawa hadiah (barang makanan dari pasar ke rumah lalu diberikan kepada keluarganya) maka pahalanya seperti melakukan amalan bersedekah.Hendaklah mendahulukan anak perempuan daripada anak lelaki. Maka barangsiapa yang menyukakan anak perempuan seolah-olah dia memerdekakan anak Nabi Ismail.
6. Syurga itu di bawah telapak kaki ibu.
7. Barangsiapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan lalu dia bersikap ihsan dalam pergaulan dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa takwa serta sikap bertanggungjawab, maka baginya adalah syurga.
8. Apabila memanggil akan dirimu dua orang ibu bapamu, maka jawablah panggilan ibumu terlebih dahulu.
9. Daripada Aisyah r.a." Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu daripada anak-anak perempuannya lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya daripada api neraka.
10. Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutuplah pintu-pintu neraka dan terbuka pintu-pintu syurga. Masuklah dari mana-mana pun pintu yang dia kehendaki dengan tidak dihisab.
11. Wanita yang taat pada suaminya, maka semua ikan-ikan di laut, burung di udara, malaikat di langit, matahari dan bulan semua beristighfar baginya selama mana dia taat kepada suaminya serta menjaga solat dan puasanya.
12. Aisyah r.a berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah, siapakah yang lebih besar haknya terhadap wanita?" Jawab Rasulullah SAW "Suaminya." " Siapa pula berhak terhadap lelaki?" Jawab Rasulullah SAW, "Ibunya."
13. Perempuan apabila sembahyang lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, memelihara kehormatannya serta kepada suaminya, masuklah dia dari pintu syurga mana sahaja yang dikehendaki.
14. Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah SWT memasukkan dia ke dalam syurga terlebih dahulu daripada suaminya (10,000 tahun).
15. Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya,maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah SWT mencatatkan baginya setiap hari dengan 1,000 kebajikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan.
16. Apabila seseorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah SWT mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad pada jalan Allah.
17. Apabila seseorang perempuan melahirkan anak, keluarlah dia dari dosa-dosa seperti keadaan ibunya melahirkannya.
18. Apabila telah lahir anak lalu disusui, maka bagi ibu itu setiap satu tegukan daripada susunya diberi satu kebajikan.
19. Apabila semalaman seorang ibu tidak tidur dan memelihara anaknya yang sakit, maka Allah SWT memberinya pahala seperti memerdekakan 70 orang hamba dengan ikhlas untuk membela agama Allah SWT.
Reference: http://www.kasihkekasih.blogspot.com/
1. Doa wanita itu lebih makbul daripada lelaki kerana sifat penyayang yang lebih kuat daripada lelaki. Ketika ditanya kepada Rasulullah SAW akan hal tersebut, jawab baginda , " Ibu lebih penyayang daripada bapa dan doa orang yang penyayang tidak akan sia-sia."
2. Wanita yang solehah (baik) itu lebih baik daripada 1000 lelaki yang soleh.
3. Barangsiapa yang menggembirakan anak perempuannya, darjatnya seumpama orang yang sentiasa menangis kerana takutkan Allah .Dan orang yang takutkan Allah SWT akan diharamkan api neraka ke atas tubuhnya.
4. Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya akan tinggal bersama aku (Rasulullah SAW) di dalam syurga.
5. Barangsiapa membawa hadiah (barang makanan dari pasar ke rumah lalu diberikan kepada keluarganya) maka pahalanya seperti melakukan amalan bersedekah.Hendaklah mendahulukan anak perempuan daripada anak lelaki. Maka barangsiapa yang menyukakan anak perempuan seolah-olah dia memerdekakan anak Nabi Ismail.
6. Syurga itu di bawah telapak kaki ibu.
7. Barangsiapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan lalu dia bersikap ihsan dalam pergaulan dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa takwa serta sikap bertanggungjawab, maka baginya adalah syurga.
8. Apabila memanggil akan dirimu dua orang ibu bapamu, maka jawablah panggilan ibumu terlebih dahulu.
9. Daripada Aisyah r.a." Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu daripada anak-anak perempuannya lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya daripada api neraka.
10. Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutuplah pintu-pintu neraka dan terbuka pintu-pintu syurga. Masuklah dari mana-mana pun pintu yang dia kehendaki dengan tidak dihisab.
11. Wanita yang taat pada suaminya, maka semua ikan-ikan di laut, burung di udara, malaikat di langit, matahari dan bulan semua beristighfar baginya selama mana dia taat kepada suaminya serta menjaga solat dan puasanya.
12. Aisyah r.a berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah, siapakah yang lebih besar haknya terhadap wanita?" Jawab Rasulullah SAW "Suaminya." " Siapa pula berhak terhadap lelaki?" Jawab Rasulullah SAW, "Ibunya."
13. Perempuan apabila sembahyang lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, memelihara kehormatannya serta kepada suaminya, masuklah dia dari pintu syurga mana sahaja yang dikehendaki.
14. Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah SWT memasukkan dia ke dalam syurga terlebih dahulu daripada suaminya (10,000 tahun).
15. Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya,maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah SWT mencatatkan baginya setiap hari dengan 1,000 kebajikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan.
16. Apabila seseorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah SWT mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad pada jalan Allah.
17. Apabila seseorang perempuan melahirkan anak, keluarlah dia dari dosa-dosa seperti keadaan ibunya melahirkannya.
18. Apabila telah lahir anak lalu disusui, maka bagi ibu itu setiap satu tegukan daripada susunya diberi satu kebajikan.
19. Apabila semalaman seorang ibu tidak tidur dan memelihara anaknya yang sakit, maka Allah SWT memberinya pahala seperti memerdekakan 70 orang hamba dengan ikhlas untuk membela agama Allah SWT.
Reference: http://www.kasihkekasih.blogspot.com/
30 Larangan untuk wanita muslim
1) Menyambung rambut palsu
2) Bertatu, mencabut bulu wajah dan mengikir gigi
3) Keluar rumah dengan memakai minyak wangi
4) Memperlihatkan perhiasan (bersolek) di depan lelaki lain
5) Menolak panggilan suami untuk tidur bersama
6) Membuka rahsia hubungan suami isteri
7) Berpuasa sunat tanpa izin suami
8) Membelanjakan harta suami, tanpa izin suami
9) Derhaka kepada suami
10) Meminta cerai tanpa sebab yang jelas
11) Mengingkari kebaikan suami
12) Bersama lelaki lain yang bukan mahram
13) Memandang lelaki yang bukan mahramnya
14) Bersalaman dengan lelaki bukan mahram
15) Menyerupai lelaki
16) Membuka rahsia wanita lain kepada suami
17) Memandang aurat wanita lain
18) Keluar rumah tanpa ada keperluan
19) Masuk permandian awam
20) Mencakar-cakar tubuh ketika dapat musibah
21) Meratapi kematian
22) Berhias atas meninggalnya seseorang
23) Menghantar jenazah
24) Mempercayai dukun dan peramal
25) Menyumpah anak-anak sendiri
26) Tidak bertegur sapa dengan sesama muslim
27) Menganiaya pembantu
28) Mengganggu jiran
29) Minta cerai kerana suami sakit
30) Minta cerai kerana suami menikah lagi
2) Bertatu, mencabut bulu wajah dan mengikir gigi
3) Keluar rumah dengan memakai minyak wangi
4) Memperlihatkan perhiasan (bersolek) di depan lelaki lain
5) Menolak panggilan suami untuk tidur bersama
6) Membuka rahsia hubungan suami isteri
7) Berpuasa sunat tanpa izin suami
8) Membelanjakan harta suami, tanpa izin suami
9) Derhaka kepada suami
10) Meminta cerai tanpa sebab yang jelas
11) Mengingkari kebaikan suami
12) Bersama lelaki lain yang bukan mahram
13) Memandang lelaki yang bukan mahramnya
14) Bersalaman dengan lelaki bukan mahram
15) Menyerupai lelaki
16) Membuka rahsia wanita lain kepada suami
17) Memandang aurat wanita lain
18) Keluar rumah tanpa ada keperluan
19) Masuk permandian awam
20) Mencakar-cakar tubuh ketika dapat musibah
21) Meratapi kematian
22) Berhias atas meninggalnya seseorang
23) Menghantar jenazah
24) Mempercayai dukun dan peramal
25) Menyumpah anak-anak sendiri
26) Tidak bertegur sapa dengan sesama muslim
27) Menganiaya pembantu
28) Mengganggu jiran
29) Minta cerai kerana suami sakit
30) Minta cerai kerana suami menikah lagi
Ciri-Ciri Wanita Solehah
Tahukah anda bagaimana ciri-ciri wanita solehah?
Iaitu ciri-ciri wanita yang diredhai ALLAH. Wanita yang menyejukkan hati mata yang memandang. Bisa menginsafkan dan menundukkan nafsu mereka yang berhati goyah.
(Cerita ini diubahsuai semula berdasarkan saranan dan hukum Al-Quran & Hadis)
Marilah kita bersama-sama perhatikan sekelumit kisah ringkas berikut...
Seorang gadis kecil bertanya kepada ayahnya, "Ayah ceritakanlah padaku perihal muslimah yang sejati?"
Si ayah pun menolehkan mukanya seraya melontarkan senyuman manisnya ke arah anak kecilnya itu.
"Anakku...Seorang muslimah yang sejati bukanlah dilihat dari kecantikan dan keayuan paras wajahnya semata-mata. Wajahnya hanyalah satu peranan yang teramat kecil sahaja. Tetapi, muslimah yang sejati dilihat dari kecantikan dan ketulusan hatinya yang tersembunyi. Itulah yang terbaik."
Allah tidak melihat kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada bentuk kalian. Allah hanya melihat kepada hati dan perbuatan kalian. (Hadis riwayat Muslim)
Si ayah terus menyambung.
"Muslimah sejati juga tidak dilihat dari bentuk tubuh badannya yang mempersonakan, tetapi dilihat dari sejauh mana ia menutupi bentuk tubuhnya yang mempersona itu. Muslimah sejati bukanlah dilihat dari sebanyak manakah kebaikan yang diberikannya, tetapi dari keikhlasan ketika ia memberikan segala kebaikan itu. Muslimah sejati bukanlah dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya, tetapi dilihat dari apa yang sering mulutnya bicarakan. Muslimah sejati bukan dilihat dari keahliannya berbahasa, tetapi dilihat dari bagaimana caranya ia berbicara dan berhujjah kebenaran."
Berdasarkan ayat 31, surah An-Nuur, Abdullah ibn Abbas, Ibn Omar, Atha, Ikramah dan lain-lainnya berpendapat: Seseorang wanita Islam hanya boleh mendedahkan wajah, dua tapak tangan dan cincinnya di hadapan lelaki yang bukan mahramnya. (As-Syeikh Said Hawa di dalam kitabnya Al-Asas fit Tafsir)
"Janganlah perempuan-perempuan itu terlalu lunak dalam berbicara sehingga berkeinginan (menghairahkan) orang yang ada perasaan dalam hatinya, tetapi ucapkanlah perkataan-perkataan yang baik." (Surah Al-Ahzab : 32)
Si ayah diam sejenak sambil melihat kepada wajah manis puteri kecilnya itu.
"Lantas apa lagi ayah?" Sahut puteri kecil terus ingin tahu.
"Ketahuilah wahai puteriku... Muslimah sejati bukan dilihat dari keberaniannya dalam berpakaian grand tetapi dilihat dari sejauh mana ia berani mempertahankan kehormatannya melalui apa yang dipakainya. Muslimah sejati bukan dilihat dari kekhuwatirannya digoda orang di tepi jalanan tetapi dilihat dari kekhuwatiran dirinyalah yang mengundang orang lain jadi tergoda. Muslimah sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujian yang ia jalani tetapi dilihat dari sejauh mana ia menghadapi ujian itu dengan penuh rasa redha dan kehambaan kepada TUHAN-nya. Dan ia sentiasa bersyukur dengan segala kurniaan yang diberikan."
"Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan mukmin, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka (tidak berzina atau mendekati zina)." (Surah An-Nuur : 31)
"Dan ingatlah anakku...Muslimah sejati bukanlah dilihat dari sifat mesranya dalam bergaul, tetapi dilihat dari sejauh mana ia mampu menjaga kehormatan dirinya dalam bergaul."
"Sesungguhnya kepala yang ditusuk dengan besi itu lebih baik daripada menyentuh kaum yang bukan sejenis yang tidak halal baginya" (Hadis Riwayat At-Tabrani dan Baihaqi)
Setelah itu si anak kembali bertanya, "Siapakah yang memiliki kriteria seperti itu ayah? Bolehkah saya menjadi sepertinya? Mampukah dan layakkah saya ayah?"
Si ayah memberikannya sebuah buku dan berkata, "Pelajarilah mereka! Supaya kamu berjaya nanti. INSYA ALLAH kamu juga boleh menjadi muslimah yang sejati dan wanita yang solehah kelak. Malah, semua wanita boleh."
Si anak pun segera mengambil buku tersebut lalu terlihatlah sebaris perkataan berbunyi ISTERI RASULALLAH
Apabila seorang perempuan itu sembahyang lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, menjaga
kehormatannya dan mentaati suaminya, maka masuklah ia ke dalam syurga daripada pintu-pintu yang ia kehendakinya." (Riwayat Al-Bazzar)
HAH! Tengok tu, isteri Rasulullah beb... bukannya Siti Nurhaliza, bukannya Britney Spears, bukannya Ning Baizura, dan apatah lagi Jennifer 'Kueh Lopez'...
Reference: http://mizzrufaidah.blogdrive.com/archive/16.html
Iaitu ciri-ciri wanita yang diredhai ALLAH. Wanita yang menyejukkan hati mata yang memandang. Bisa menginsafkan dan menundukkan nafsu mereka yang berhati goyah.
(Cerita ini diubahsuai semula berdasarkan saranan dan hukum Al-Quran & Hadis)
Marilah kita bersama-sama perhatikan sekelumit kisah ringkas berikut...
Seorang gadis kecil bertanya kepada ayahnya, "Ayah ceritakanlah padaku perihal muslimah yang sejati?"
Si ayah pun menolehkan mukanya seraya melontarkan senyuman manisnya ke arah anak kecilnya itu.
"Anakku...Seorang muslimah yang sejati bukanlah dilihat dari kecantikan dan keayuan paras wajahnya semata-mata. Wajahnya hanyalah satu peranan yang teramat kecil sahaja. Tetapi, muslimah yang sejati dilihat dari kecantikan dan ketulusan hatinya yang tersembunyi. Itulah yang terbaik."
Allah tidak melihat kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada bentuk kalian. Allah hanya melihat kepada hati dan perbuatan kalian. (Hadis riwayat Muslim)
Si ayah terus menyambung.
"Muslimah sejati juga tidak dilihat dari bentuk tubuh badannya yang mempersonakan, tetapi dilihat dari sejauh mana ia menutupi bentuk tubuhnya yang mempersona itu. Muslimah sejati bukanlah dilihat dari sebanyak manakah kebaikan yang diberikannya, tetapi dari keikhlasan ketika ia memberikan segala kebaikan itu. Muslimah sejati bukanlah dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya, tetapi dilihat dari apa yang sering mulutnya bicarakan. Muslimah sejati bukan dilihat dari keahliannya berbahasa, tetapi dilihat dari bagaimana caranya ia berbicara dan berhujjah kebenaran."
Berdasarkan ayat 31, surah An-Nuur, Abdullah ibn Abbas, Ibn Omar, Atha, Ikramah dan lain-lainnya berpendapat: Seseorang wanita Islam hanya boleh mendedahkan wajah, dua tapak tangan dan cincinnya di hadapan lelaki yang bukan mahramnya. (As-Syeikh Said Hawa di dalam kitabnya Al-Asas fit Tafsir)
"Janganlah perempuan-perempuan itu terlalu lunak dalam berbicara sehingga berkeinginan (menghairahkan) orang yang ada perasaan dalam hatinya, tetapi ucapkanlah perkataan-perkataan yang baik." (Surah Al-Ahzab : 32)
Si ayah diam sejenak sambil melihat kepada wajah manis puteri kecilnya itu.
"Lantas apa lagi ayah?" Sahut puteri kecil terus ingin tahu.
"Ketahuilah wahai puteriku... Muslimah sejati bukan dilihat dari keberaniannya dalam berpakaian grand tetapi dilihat dari sejauh mana ia berani mempertahankan kehormatannya melalui apa yang dipakainya. Muslimah sejati bukan dilihat dari kekhuwatirannya digoda orang di tepi jalanan tetapi dilihat dari kekhuwatiran dirinyalah yang mengundang orang lain jadi tergoda. Muslimah sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujian yang ia jalani tetapi dilihat dari sejauh mana ia menghadapi ujian itu dengan penuh rasa redha dan kehambaan kepada TUHAN-nya. Dan ia sentiasa bersyukur dengan segala kurniaan yang diberikan."
"Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan mukmin, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka (tidak berzina atau mendekati zina)." (Surah An-Nuur : 31)
"Dan ingatlah anakku...Muslimah sejati bukanlah dilihat dari sifat mesranya dalam bergaul, tetapi dilihat dari sejauh mana ia mampu menjaga kehormatan dirinya dalam bergaul."
"Sesungguhnya kepala yang ditusuk dengan besi itu lebih baik daripada menyentuh kaum yang bukan sejenis yang tidak halal baginya" (Hadis Riwayat At-Tabrani dan Baihaqi)
Setelah itu si anak kembali bertanya, "Siapakah yang memiliki kriteria seperti itu ayah? Bolehkah saya menjadi sepertinya? Mampukah dan layakkah saya ayah?"
Si ayah memberikannya sebuah buku dan berkata, "Pelajarilah mereka! Supaya kamu berjaya nanti. INSYA ALLAH kamu juga boleh menjadi muslimah yang sejati dan wanita yang solehah kelak. Malah, semua wanita boleh."
Si anak pun segera mengambil buku tersebut lalu terlihatlah sebaris perkataan berbunyi ISTERI RASULALLAH
Apabila seorang perempuan itu sembahyang lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, menjaga
kehormatannya dan mentaati suaminya, maka masuklah ia ke dalam syurga daripada pintu-pintu yang ia kehendakinya." (Riwayat Al-Bazzar)
HAH! Tengok tu, isteri Rasulullah beb... bukannya Siti Nurhaliza, bukannya Britney Spears, bukannya Ning Baizura, dan apatah lagi Jennifer 'Kueh Lopez'...
Reference: http://mizzrufaidah.blogdrive.com/archive/16.html
aurat wanita..
Aurat Wanita Muslimah Menurut Syarak
Pembahasan tentang masalah aurat wanita Islam tidak pernah sunyi dari diperkatakan. Malangnya, apa yang mendukacitakan adalah sering kali penjelasan tentangnya tidak berlandaskan nas yang sahih sebaliknya hanyalah takwilan yang dilatari hawa nafsu serta kebencian kepada sumber yang qat’ie. Sebahagian kaum Muslimah yang telah dirasuk pemikiran kufur turut mempertikaikan kewajaran pemakaian tudung yang juga dipanggil ‘hijab’ dengan menganggap menutup kepala sebagai menutup akal. Contoh golongan ini adalah seperti Pengurus Program Sisters In Islam (SIS), Norhayati Kaprawi dalam sesi dialog Islam Liberal di Hotel Selesa, Pasir Gudang yang berkata bahawa pakaian taqwa itu lebih baik dari menutup aurat.

Ada juga yang beranggapan menutup aurat adalah penyebab kemunduran umat Islam. Ahmad Reda yang merupakan penyeru agar ditumbangkan sistem pemerintahan Islam di Turki menganggap bahawa selagi lelaki dan wanita Turki tidak bercampur bebas dan membuka hijabnya maka tiada kedaulatan undang-undang dan kebebasan di Turki [Rujuk al-Ittijah al-Wataniah fi al-Adab al-Mu’sir, Jil. 2, ms273). Manakala Taha Husin dari Mesir menyatakan dalam bukunya ‘Mustaqbal al-Thaqafah fi Misr’: “Kita mesti mengikut jejak langkah orang-orang Eropah dan cara mereka. Kita mesti menjadi sekutu mereka dan rakan kongsi dalam ketamadunan, sama ada yang baik atau yang buruk, sama ada yang manis atau yang pahit, sama ada yang disukai atau yang dicaci.” Baginya menutup aurat perlu ditentang kerana ianya berbeza dengan Barat. Dr. ‘Imad ‘Abd Hamid An-Najar dalam Jaridah al-Akhbar pula menyatakan: “Adapun mengenai hijab dan percampuran antara wanita dan lelaki dalam kehidupan harian, ini adalah perkara yang boleh ditentukan oleh sesebuah masyarakat berdasarkan keadaannya. Bagi setiap masyarakat ada pakaian dan cara-cara yang memudahkan individunya. Apa yang disebut di dalam al-Qur’an mengenai hijab adalah khusus untuk isteri-isteri Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam. Hukum-hakam ini bukanlah semestinya berkaitan dengan seluruh wanita.”

Demikianlah di antara sebahagian penentangan-penentangan terhadap hukum Allah yang ditunjukkan oleh kumpulan atau individu yang sudah teracun oleh pemikiran kufur Barat. Di samping itu, masih terdapat ramai juga wanita Muslim yang masih tidak tahu, tidak faham atau salah faham dengan cara-cara menutup aurat secara syar’ie di dalam kehidupan mereka. Justeru, mereka terjatuh di dalam dosa dan keharaman. Justeru, hukum menutup aurat ke atas Muslimah ini mestilah diperhatikan betul-betul agar kita tidak terjerumus ke dalam kesesatan dan dosa.

Dalil-dalil tentang Aurat Wanita
(i) Batasan aurat wanita
Aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Leher dan rambutnya adalah aurat di hadapan lelaki ajnabi (bukan mahram) walaupun sehelai. Pendek kata, dari hujung rambut sampai hujung kaki kecuali wajah dan dua telapak tangan adalah aurat yang wajib ditutup. Hal ini berlandaskan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya.” [TMQ An-Nur (24):31].
Yang di maksud “wa laa yubdiina ziinatahunnaa” (janganlah mereka menampakkan perhiasannya), adalah "wa laa yubdiina mahalla ziinatahinnaa", maksudnya janganlah mereka menampakkan tempat-tempat (anggota tubuh) yang di situ dikenakan perhiasan. [Lihat Abu Bakar Al-Jashshash, Ahkamul Qur`an, Juz III hal.316].
Selanjutnya, kalimah “illa maa zhahara minhaa” [kecuali yang (biasa) nampak darinya], ini bermaksud, ada anggota tubuh yang boleh dinampakkan iaitu wajah dan kedua telapak tangan. Demikianlah pendapat sebahagian sahabat, seperti Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan juga Aisyah [Al-Albani, 2001:66].
Ibnu Jarir Ath-Thabari (wafat 310H) menjelaskan dalam kitab tafsirnya, Jami Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur`an Juz XVIII ms 84, mengenai apa yang di maksud “kecuali yang (biasa) nampak darinya (illaa maa zhahara minha)”, katanya, pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah yang mengatakan bahawa, yang dimaksudkan (dalam ayat di atas) adalah wajah dan dua telapak tangan.
Pendapat yang sama dinyatakan Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya Al-Jamia li Ahkam Al-Qur’an, Juz XII hal. 229 [Al-Albani, 2001:50 & 57]. Jadi, apa yang biasa nampak darinya adalah wajah dan dua telapak tangan sebab kedua anggota tubuh inilah yang biasa nampak dari kalangan Muslimah di hadapan Nabi Sallalahu alaihi wa Sallam sedangkan baginda mendiamkannya. Kedua anggota tubuh ini pula yang nampak dalam ibadah-ibadah seperti haji dan solat dan biasa terlihat di masa Rasulullah iaitu di masa masih turunnya ayat Al Qur`an [An-Nabhani, 1990:45].
Dalil lain yang menunjukkan bahawasanya seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan dua telapak tangan ialah sabda Rasulullah kepada Asma’ binti Abu Bakar,
“Wahai Asma’ sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidh) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya.” [HR Abu Dawud]
(ii) Aurat Wanita dalam Hayaatul ‘Am (Kehidupan Umum/Public Life)
Yang dimaksudkan dengan hayaatul ‘am adalah keadaan di mana wanita itu berada di luar dari kawasan rumahnya di mana mereka bercampur dengan masyarakat. Pakaian wanita dalam kehidupan umum iaitu di luar rumahnya terdiri dari dua jenis iaitu
(a) libas asfal (baju bawah) yang disebut dengan jilbab, dan
(b) libas ‘ala (baju atas) iaitu khimar (tudung).
Dengan dua pakaian inilah seseorang wanita itu boleh berada dalam kehidupan umum seperti di jalanan, di pasar-pasar, pasar raya, kampus, taman-taman, dewan orang ramai dan seumpamanya. Dalil wajib memakai jilbab bagi wanita adalah berdasarkan firman Allah,
“Wahai Nabi! katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya.” [TMQ Al-Ahzab (33):59].
Oleh sebab Al-Quran adalah berbahasa Arab, dan perkataan “jilbab” itu adalah perkataan Arab, maka kita hendaklah memahami apakah yang dimaksudkan “jilbab” di dalam bahasa Arab. Dengan kata lain, kita hendaklah memahami dan mengikuti apakah yang orang Arab faham bila disebut jilbab. Maka inilah pakaian yang diperintahkan oleh Allah kepada perempuan. Di samping itu, perincian tentang pakaian ini telah pun dijelaskan di dalam banyak hadis sahih yang wajib diikuti oleh setiap orang.
Jadi, apakah makna jilbab itu? Selain dari melihat sendiri kepada nas-nas hadis tentang pakaian yang dipakai Muslimah semasa zaman Rasulullah, kita juga boleh merujuk kepada banyak kamus Arab untuk mengetahui makna “jilbab”. Dalam kitab Al-Mu’jam Al-Wasith karya Dr. Ibrahim Anis [Kaherah: Darul Maarif ms 128], jilbab diertikan sebagai ats-tsaubul musytamil ala al-jasadi kullihi (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau ma fauqa ats-tsiyab kal milhafah (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian rumah, seperti milhafah (seperti jubah), atau al-mula’ah asy-tamilu biha al-mar’ah (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).
Berdasarkan pengertian ini, jelaslah bahawa yang diwajibkan ke atas wanita adalah mengenakan pakaian yang satu (sekeping) yang lurus dari atas hinggalah ke bawah, yakni hingga ke mata kaki. Maksud milhafah/mula’ah (Arab) adalah pakaian yang dikenakan sebagai pakaian luar [di dalamnya masih ada pakaian dalam (pakaian rumah) atau pakaian sehari-hari tetapi bukan hanya coli dan seluar dalam] lalu diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua mata kakinya. Untuk pakaian atas, wanita disyariatkan/diwajibkan memakai “khimar” iaitu tudung atau apa sahaja bahan/kain yang serupa dengannya yang berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan lubang leher baju di dada.
Dalil mengenai wajibnya mengenakan pakaian bahagian atas (khimar/tudung) adalah Firman Allah,
“Hendaklah mereka menutupkan kain tudung ke dada mereka” [TMQ An-Nur (24):31].
Pakaian jenis ini (jilbab dan khimar) wajib dipakai oleh seorang Muslimah (yang telah baligh) apabila hendak keluar menuju ke pasar-pasar atau berjalan melalui jalanan umum. Setelah memakai kedua jenis pakaian ini (jilbab dan khimar) maka barulah dibolehkan baginya keluar dari rumahnya menuju ke kehidupan am tanpa sebarang dosa. Jika tidak, maka dia tidak boleh (haram) keluar dari rumah kerana perintah yang menyangkut kedua jenis pakaian ini datang dalam bentuk yang umum, dan tetap dalam keumumannya dalam semua keadaan. Mana-mana wanita yang telah baligh dan melanggar ketetapan Allah ini, maka berdosalah mereka dan layak mendapat seksa Allah di akhirat nanti.
(iii) Pakaian wanita dalam Hayatul Khassah (Kehidupan Khusus/private life)
Yang dimaksudkan dengan hayatul khassah adalah keadaan di mana seseorang wanita itu menjalani kehidupannya di rumahnya bersama dengan anggota keluarganya yang lain.
Adapun cara seorang Muslimah menutupi auratnya di hadapan lelaki ajnabi dalam kehidupan khusus seperti di rumahnya atau di dalam kenderaan peribadi, syarak tidak menentukan bentuk/fesyen pakaian tertentu tetapi membiarkan secara mutlak tanpa menentukannya dan cukup dengan mencantumkan lafaz dalam firman-Nya,
“wa laa yubdiina” (“dan janganlah mereka menampakkan”) [Surah An-Nur:31]
atau sabda Nabi,
“lam yashluh an yura minha” (“tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya”) [HR Abu Dawud].
Jadi, pakaian yang menutupi seluruh auratnya kecuali wajah dan telapak tangan dianggap sudah menutupi, walau bagaimana pun bentuknya. Tetapi ia adalah tertakluk kepada hukum tabarruj (sila lihat perbincangan di bawah).
Berdasarkan hal ini maka setiap bentuk dan jenis pakaian yang dapat menutupi aurat iaitu yang tidak menampakkan aurat dianggap sebagai penutup bagi aurat secara syar'i, tanpa melihat lagi bentuk, jenis, atau fesyennya. Namun demikian syara' telah mensyaratkan dalam berpakaian agar pakaian yang dikenakan dapat menutupi kulit. Jadi pakaian wajib dapat menutupi kulit sehingga warna kulitnya tidak diketahui. Jika tidak demikian, maka tidak dikatakan menutup aurat. Oleh kerana itu apabila kain penutup itu tipis/transparent sehingga nampak warna kulitnya dan dapat diketahui sama ada kulitnya berwarna merah atau coklat, maka kain penutup seperti ini tidak boleh dijadikan penutup aurat dan haram hukum memakainya.
(iv) Wajib memakai tsaub, di samping jilbab
Tsaub ialah ‘pakaian di rumah’ iaitu pakaian yang dipakai oleh wanita di hadapan mahramnya semasa berada dalam hayatul khassah (kehidupan khusus) tatkala tiada lelaki ajnabi (lelaki asing) di dalamnya. Dalil mengapa wajib mengenakan tsaub di dalam jilbab ialah berdasarkan firman Allah,
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haidh dan mengandung) yang tiada ingin berkahwin (lagi) tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian (tsiyab) mereka, dengan tidak bertujuan mendedahkan perhiasan mereka” [TMQ An-Nur (24):60].
Ayat ini membenarkan wanita yang telah putus haid dan tiada keinginan berkahwin menanggalkan atau melepaskan pakaian (tsaub). Ini bermakna, jika tiada ‘pakaian’ di dalam jilbab, bermakna wanita yang telah putus haid berkenaan akan berbogel, walhal berbogel tidak dibolehkan. Justeru, tsaub adalah ‘pakaian dalam’ (pakaian rumah) yang wajib dipakai oleh Muslimah di samping jilbab (pakaian luar) di dalam hayatul am atau di dalam hayatul khas tatkala ada lelaki ajnabi. [Rujuk Imam Muhammad Abu Zahrah dalam kitab Usulul Fiqh:164-147, Abdul Wahab Khallaf kitab Ilmu Usul Fiqh:143-153 dan Sheikh Taqiuddin an-Nabhani dalam kitab As-Syahsiyyah Al-Islamiyyah Juz. 3:178-179].
Larangan Bertabarruj
Adapun dalil tentang larangan bertabarruj adalah juga dari Surah An-Nur (24):60 iaitu Firman Allah,
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti [dari haid dan mengandung] yang tiada ingin kawin [lagi], tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak [bermaksud] menampakkan perhiasan (tabaruj), dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. [TMQ An Nur(24):60]
Mafhum muwafaqah (yang disepakati) dari ayat ini adalah jika perempuan tua yang telah putus haid haram menampakkan perhiasan iaitu bertabarruj, apatah lagi perempuan yang masih muda, belum putus haid dan berkeinginan berumahtangga, tentulah lebih lagi. Dalil lain ialah
“Dan hendaklah kamu tetap di rumah kamu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang jahiliah.” [TMQ Al-Ahzab (33):33]
Dan Hadis Rasulullah riwayat dari Bazzar dan At-Termizi menjelaskan,
“Sesungguhnya wanita itu adalah aurat, setiap kali mereka keluar, syaitan akan memperhatikannya.”
Abul A’la al Maududi berkata:
“Jika kalimat tabarruj dipergunakan kepada kaum wanita, ia bermakna-
(i) wanita yang menunjukkan kecantikan wajahnya, daya tarik tubuhnya kepada lelaki asing (yang bukan mahramnya);
(ii) wanita yang mendedahkan kecantikan pakaian dan perhiasannya kepada lelaki asing; dan memperlihatkan dirinya, make-upnya, gerak-gerinya dan kemegahannya. Selain memastikan pakaiannya tidak nipis, jarang, longgar, tidak memakai perhiasan yang menarik perhatian lelaki ajnabi, tidak menyerupai pakaian lelaki atau orang kafir/musyrik, pakaiannya yang bukan melambangkan kemegahan, dia juga tidak boleh tampil dengan haruman semerbak. "Sesiapa jua wanita yang memakai minyak wangi kemudian melintasi khalayak ramai dengan tujuan dihidu bau yang dipakainya, maka dia dikira berzina” [hadis dari Abu Musa al-Asy’ari].
Khatimah
Sesungguhnya aurat wanita Islam bukanlah hanya tudung semata-mata sebagaimana yang difahami oleh sebahagian umat Islam sebaliknya apa yang paling penting ialah setiap Muslimah mestilah memahami batasan aurat dalam hayatul khassah (kehidupan khusus) dan hayatul am (kehidupan umum) menurut syarak selain menyedari keharaman bertabarruj atas semua wanita sama ada belum atau telah putus haid. Menutup aurat juga hendaklah didasari dengan iman dan taqwa iaitu mengharapkan keredhaan Allah semata-mata, bukan atas dasar hak asasi atau rutin harian. Memetik kata-kata Sheikh Ali Thantawi:
"Terdapat perbezaan yang besar antara seorang yang terjaga lewat pagi kemudian terus bergegas untuk keluar bekerja. Disebabkan kesibukan menjalankan tugas, beliau tidak berkesempatan untuk makan dan minum sehingga tibanya waktu malam, sementara seorang yang lain yang turut mengalami keadaan berlapar dan dahaga tetapi telah berniat untuk berpuasa, telah mendapat pahala daripada amalannya disebabkan niatnya, sementara orang yang pertama tidak memperoleh apa-apa sedangkan dia turut berlapar dan dahaga. Begitulah keadaannya dengan amalan-amalan kebiasaan yang lain, bilamana diniatkan untuk mendapatkan keredhaan Allah Subhanahu wa Taala akan memperolehi pahala dari Nya, sebaliknya jika dilakukan sebagai rutin hidup, dia tidak akan memperoleh apa-apa".
Wallahu ‘alam bi sawab.
Reference: http://www.mykhilafah.com/fikih-muslimah/1273-aurat-wanita-muslimah-menurut-syarak
Pembahasan tentang masalah aurat wanita Islam tidak pernah sunyi dari diperkatakan. Malangnya, apa yang mendukacitakan adalah sering kali penjelasan tentangnya tidak berlandaskan nas yang sahih sebaliknya hanyalah takwilan yang dilatari hawa nafsu serta kebencian kepada sumber yang qat’ie. Sebahagian kaum Muslimah yang telah dirasuk pemikiran kufur turut mempertikaikan kewajaran pemakaian tudung yang juga dipanggil ‘hijab’ dengan menganggap menutup kepala sebagai menutup akal. Contoh golongan ini adalah seperti Pengurus Program Sisters In Islam (SIS), Norhayati Kaprawi dalam sesi dialog Islam Liberal di Hotel Selesa, Pasir Gudang yang berkata bahawa pakaian taqwa itu lebih baik dari menutup aurat.

Ada juga yang beranggapan menutup aurat adalah penyebab kemunduran umat Islam. Ahmad Reda yang merupakan penyeru agar ditumbangkan sistem pemerintahan Islam di Turki menganggap bahawa selagi lelaki dan wanita Turki tidak bercampur bebas dan membuka hijabnya maka tiada kedaulatan undang-undang dan kebebasan di Turki [Rujuk al-Ittijah al-Wataniah fi al-Adab al-Mu’sir, Jil. 2, ms273). Manakala Taha Husin dari Mesir menyatakan dalam bukunya ‘Mustaqbal al-Thaqafah fi Misr’: “Kita mesti mengikut jejak langkah orang-orang Eropah dan cara mereka. Kita mesti menjadi sekutu mereka dan rakan kongsi dalam ketamadunan, sama ada yang baik atau yang buruk, sama ada yang manis atau yang pahit, sama ada yang disukai atau yang dicaci.” Baginya menutup aurat perlu ditentang kerana ianya berbeza dengan Barat. Dr. ‘Imad ‘Abd Hamid An-Najar dalam Jaridah al-Akhbar pula menyatakan: “Adapun mengenai hijab dan percampuran antara wanita dan lelaki dalam kehidupan harian, ini adalah perkara yang boleh ditentukan oleh sesebuah masyarakat berdasarkan keadaannya. Bagi setiap masyarakat ada pakaian dan cara-cara yang memudahkan individunya. Apa yang disebut di dalam al-Qur’an mengenai hijab adalah khusus untuk isteri-isteri Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam. Hukum-hakam ini bukanlah semestinya berkaitan dengan seluruh wanita.”

Demikianlah di antara sebahagian penentangan-penentangan terhadap hukum Allah yang ditunjukkan oleh kumpulan atau individu yang sudah teracun oleh pemikiran kufur Barat. Di samping itu, masih terdapat ramai juga wanita Muslim yang masih tidak tahu, tidak faham atau salah faham dengan cara-cara menutup aurat secara syar’ie di dalam kehidupan mereka. Justeru, mereka terjatuh di dalam dosa dan keharaman. Justeru, hukum menutup aurat ke atas Muslimah ini mestilah diperhatikan betul-betul agar kita tidak terjerumus ke dalam kesesatan dan dosa.

Dalil-dalil tentang Aurat Wanita
(i) Batasan aurat wanita
Aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Leher dan rambutnya adalah aurat di hadapan lelaki ajnabi (bukan mahram) walaupun sehelai. Pendek kata, dari hujung rambut sampai hujung kaki kecuali wajah dan dua telapak tangan adalah aurat yang wajib ditutup. Hal ini berlandaskan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya.” [TMQ An-Nur (24):31].
Yang di maksud “wa laa yubdiina ziinatahunnaa” (janganlah mereka menampakkan perhiasannya), adalah "wa laa yubdiina mahalla ziinatahinnaa", maksudnya janganlah mereka menampakkan tempat-tempat (anggota tubuh) yang di situ dikenakan perhiasan. [Lihat Abu Bakar Al-Jashshash, Ahkamul Qur`an, Juz III hal.316].
Selanjutnya, kalimah “illa maa zhahara minhaa” [kecuali yang (biasa) nampak darinya], ini bermaksud, ada anggota tubuh yang boleh dinampakkan iaitu wajah dan kedua telapak tangan. Demikianlah pendapat sebahagian sahabat, seperti Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan juga Aisyah [Al-Albani, 2001:66].
Ibnu Jarir Ath-Thabari (wafat 310H) menjelaskan dalam kitab tafsirnya, Jami Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur`an Juz XVIII ms 84, mengenai apa yang di maksud “kecuali yang (biasa) nampak darinya (illaa maa zhahara minha)”, katanya, pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah yang mengatakan bahawa, yang dimaksudkan (dalam ayat di atas) adalah wajah dan dua telapak tangan.
Pendapat yang sama dinyatakan Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya Al-Jamia li Ahkam Al-Qur’an, Juz XII hal. 229 [Al-Albani, 2001:50 & 57]. Jadi, apa yang biasa nampak darinya adalah wajah dan dua telapak tangan sebab kedua anggota tubuh inilah yang biasa nampak dari kalangan Muslimah di hadapan Nabi Sallalahu alaihi wa Sallam sedangkan baginda mendiamkannya. Kedua anggota tubuh ini pula yang nampak dalam ibadah-ibadah seperti haji dan solat dan biasa terlihat di masa Rasulullah iaitu di masa masih turunnya ayat Al Qur`an [An-Nabhani, 1990:45].
Dalil lain yang menunjukkan bahawasanya seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan dua telapak tangan ialah sabda Rasulullah kepada Asma’ binti Abu Bakar,
“Wahai Asma’ sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidh) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya.” [HR Abu Dawud]
(ii) Aurat Wanita dalam Hayaatul ‘Am (Kehidupan Umum/Public Life)
Yang dimaksudkan dengan hayaatul ‘am adalah keadaan di mana wanita itu berada di luar dari kawasan rumahnya di mana mereka bercampur dengan masyarakat. Pakaian wanita dalam kehidupan umum iaitu di luar rumahnya terdiri dari dua jenis iaitu
(a) libas asfal (baju bawah) yang disebut dengan jilbab, dan
(b) libas ‘ala (baju atas) iaitu khimar (tudung).
Dengan dua pakaian inilah seseorang wanita itu boleh berada dalam kehidupan umum seperti di jalanan, di pasar-pasar, pasar raya, kampus, taman-taman, dewan orang ramai dan seumpamanya. Dalil wajib memakai jilbab bagi wanita adalah berdasarkan firman Allah,
“Wahai Nabi! katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya.” [TMQ Al-Ahzab (33):59].
Oleh sebab Al-Quran adalah berbahasa Arab, dan perkataan “jilbab” itu adalah perkataan Arab, maka kita hendaklah memahami apakah yang dimaksudkan “jilbab” di dalam bahasa Arab. Dengan kata lain, kita hendaklah memahami dan mengikuti apakah yang orang Arab faham bila disebut jilbab. Maka inilah pakaian yang diperintahkan oleh Allah kepada perempuan. Di samping itu, perincian tentang pakaian ini telah pun dijelaskan di dalam banyak hadis sahih yang wajib diikuti oleh setiap orang.
Jadi, apakah makna jilbab itu? Selain dari melihat sendiri kepada nas-nas hadis tentang pakaian yang dipakai Muslimah semasa zaman Rasulullah, kita juga boleh merujuk kepada banyak kamus Arab untuk mengetahui makna “jilbab”. Dalam kitab Al-Mu’jam Al-Wasith karya Dr. Ibrahim Anis [Kaherah: Darul Maarif ms 128], jilbab diertikan sebagai ats-tsaubul musytamil ala al-jasadi kullihi (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau ma fauqa ats-tsiyab kal milhafah (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian rumah, seperti milhafah (seperti jubah), atau al-mula’ah asy-tamilu biha al-mar’ah (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).
Berdasarkan pengertian ini, jelaslah bahawa yang diwajibkan ke atas wanita adalah mengenakan pakaian yang satu (sekeping) yang lurus dari atas hinggalah ke bawah, yakni hingga ke mata kaki. Maksud milhafah/mula’ah (Arab) adalah pakaian yang dikenakan sebagai pakaian luar [di dalamnya masih ada pakaian dalam (pakaian rumah) atau pakaian sehari-hari tetapi bukan hanya coli dan seluar dalam] lalu diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua mata kakinya. Untuk pakaian atas, wanita disyariatkan/diwajibkan memakai “khimar” iaitu tudung atau apa sahaja bahan/kain yang serupa dengannya yang berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan lubang leher baju di dada.
Dalil mengenai wajibnya mengenakan pakaian bahagian atas (khimar/tudung) adalah Firman Allah,
“Hendaklah mereka menutupkan kain tudung ke dada mereka” [TMQ An-Nur (24):31].
Pakaian jenis ini (jilbab dan khimar) wajib dipakai oleh seorang Muslimah (yang telah baligh) apabila hendak keluar menuju ke pasar-pasar atau berjalan melalui jalanan umum. Setelah memakai kedua jenis pakaian ini (jilbab dan khimar) maka barulah dibolehkan baginya keluar dari rumahnya menuju ke kehidupan am tanpa sebarang dosa. Jika tidak, maka dia tidak boleh (haram) keluar dari rumah kerana perintah yang menyangkut kedua jenis pakaian ini datang dalam bentuk yang umum, dan tetap dalam keumumannya dalam semua keadaan. Mana-mana wanita yang telah baligh dan melanggar ketetapan Allah ini, maka berdosalah mereka dan layak mendapat seksa Allah di akhirat nanti.
(iii) Pakaian wanita dalam Hayatul Khassah (Kehidupan Khusus/private life)
Yang dimaksudkan dengan hayatul khassah adalah keadaan di mana seseorang wanita itu menjalani kehidupannya di rumahnya bersama dengan anggota keluarganya yang lain.
Adapun cara seorang Muslimah menutupi auratnya di hadapan lelaki ajnabi dalam kehidupan khusus seperti di rumahnya atau di dalam kenderaan peribadi, syarak tidak menentukan bentuk/fesyen pakaian tertentu tetapi membiarkan secara mutlak tanpa menentukannya dan cukup dengan mencantumkan lafaz dalam firman-Nya,
“wa laa yubdiina” (“dan janganlah mereka menampakkan”) [Surah An-Nur:31]
atau sabda Nabi,
“lam yashluh an yura minha” (“tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya”) [HR Abu Dawud].
Jadi, pakaian yang menutupi seluruh auratnya kecuali wajah dan telapak tangan dianggap sudah menutupi, walau bagaimana pun bentuknya. Tetapi ia adalah tertakluk kepada hukum tabarruj (sila lihat perbincangan di bawah).
Berdasarkan hal ini maka setiap bentuk dan jenis pakaian yang dapat menutupi aurat iaitu yang tidak menampakkan aurat dianggap sebagai penutup bagi aurat secara syar'i, tanpa melihat lagi bentuk, jenis, atau fesyennya. Namun demikian syara' telah mensyaratkan dalam berpakaian agar pakaian yang dikenakan dapat menutupi kulit. Jadi pakaian wajib dapat menutupi kulit sehingga warna kulitnya tidak diketahui. Jika tidak demikian, maka tidak dikatakan menutup aurat. Oleh kerana itu apabila kain penutup itu tipis/transparent sehingga nampak warna kulitnya dan dapat diketahui sama ada kulitnya berwarna merah atau coklat, maka kain penutup seperti ini tidak boleh dijadikan penutup aurat dan haram hukum memakainya.
(iv) Wajib memakai tsaub, di samping jilbab
Tsaub ialah ‘pakaian di rumah’ iaitu pakaian yang dipakai oleh wanita di hadapan mahramnya semasa berada dalam hayatul khassah (kehidupan khusus) tatkala tiada lelaki ajnabi (lelaki asing) di dalamnya. Dalil mengapa wajib mengenakan tsaub di dalam jilbab ialah berdasarkan firman Allah,
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haidh dan mengandung) yang tiada ingin berkahwin (lagi) tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian (tsiyab) mereka, dengan tidak bertujuan mendedahkan perhiasan mereka” [TMQ An-Nur (24):60].
Ayat ini membenarkan wanita yang telah putus haid dan tiada keinginan berkahwin menanggalkan atau melepaskan pakaian (tsaub). Ini bermakna, jika tiada ‘pakaian’ di dalam jilbab, bermakna wanita yang telah putus haid berkenaan akan berbogel, walhal berbogel tidak dibolehkan. Justeru, tsaub adalah ‘pakaian dalam’ (pakaian rumah) yang wajib dipakai oleh Muslimah di samping jilbab (pakaian luar) di dalam hayatul am atau di dalam hayatul khas tatkala ada lelaki ajnabi. [Rujuk Imam Muhammad Abu Zahrah dalam kitab Usulul Fiqh:164-147, Abdul Wahab Khallaf kitab Ilmu Usul Fiqh:143-153 dan Sheikh Taqiuddin an-Nabhani dalam kitab As-Syahsiyyah Al-Islamiyyah Juz. 3:178-179].
Larangan Bertabarruj
Adapun dalil tentang larangan bertabarruj adalah juga dari Surah An-Nur (24):60 iaitu Firman Allah,
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti [dari haid dan mengandung] yang tiada ingin kawin [lagi], tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak [bermaksud] menampakkan perhiasan (tabaruj), dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. [TMQ An Nur(24):60]
Mafhum muwafaqah (yang disepakati) dari ayat ini adalah jika perempuan tua yang telah putus haid haram menampakkan perhiasan iaitu bertabarruj, apatah lagi perempuan yang masih muda, belum putus haid dan berkeinginan berumahtangga, tentulah lebih lagi. Dalil lain ialah
“Dan hendaklah kamu tetap di rumah kamu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang jahiliah.” [TMQ Al-Ahzab (33):33]
Dan Hadis Rasulullah riwayat dari Bazzar dan At-Termizi menjelaskan,
“Sesungguhnya wanita itu adalah aurat, setiap kali mereka keluar, syaitan akan memperhatikannya.”
Abul A’la al Maududi berkata:
“Jika kalimat tabarruj dipergunakan kepada kaum wanita, ia bermakna-
(i) wanita yang menunjukkan kecantikan wajahnya, daya tarik tubuhnya kepada lelaki asing (yang bukan mahramnya);
(ii) wanita yang mendedahkan kecantikan pakaian dan perhiasannya kepada lelaki asing; dan memperlihatkan dirinya, make-upnya, gerak-gerinya dan kemegahannya. Selain memastikan pakaiannya tidak nipis, jarang, longgar, tidak memakai perhiasan yang menarik perhatian lelaki ajnabi, tidak menyerupai pakaian lelaki atau orang kafir/musyrik, pakaiannya yang bukan melambangkan kemegahan, dia juga tidak boleh tampil dengan haruman semerbak. "Sesiapa jua wanita yang memakai minyak wangi kemudian melintasi khalayak ramai dengan tujuan dihidu bau yang dipakainya, maka dia dikira berzina” [hadis dari Abu Musa al-Asy’ari].
Khatimah
Sesungguhnya aurat wanita Islam bukanlah hanya tudung semata-mata sebagaimana yang difahami oleh sebahagian umat Islam sebaliknya apa yang paling penting ialah setiap Muslimah mestilah memahami batasan aurat dalam hayatul khassah (kehidupan khusus) dan hayatul am (kehidupan umum) menurut syarak selain menyedari keharaman bertabarruj atas semua wanita sama ada belum atau telah putus haid. Menutup aurat juga hendaklah didasari dengan iman dan taqwa iaitu mengharapkan keredhaan Allah semata-mata, bukan atas dasar hak asasi atau rutin harian. Memetik kata-kata Sheikh Ali Thantawi:
"Terdapat perbezaan yang besar antara seorang yang terjaga lewat pagi kemudian terus bergegas untuk keluar bekerja. Disebabkan kesibukan menjalankan tugas, beliau tidak berkesempatan untuk makan dan minum sehingga tibanya waktu malam, sementara seorang yang lain yang turut mengalami keadaan berlapar dan dahaga tetapi telah berniat untuk berpuasa, telah mendapat pahala daripada amalannya disebabkan niatnya, sementara orang yang pertama tidak memperoleh apa-apa sedangkan dia turut berlapar dan dahaga. Begitulah keadaannya dengan amalan-amalan kebiasaan yang lain, bilamana diniatkan untuk mendapatkan keredhaan Allah Subhanahu wa Taala akan memperolehi pahala dari Nya, sebaliknya jika dilakukan sebagai rutin hidup, dia tidak akan memperoleh apa-apa".
Wallahu ‘alam bi sawab.
Reference: http://www.mykhilafah.com/fikih-muslimah/1273-aurat-wanita-muslimah-menurut-syarak
Subscribe to:
Posts (Atom)